BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Adapun Acuan Teoritik pada pembahasan ini
adalah sebagai berikut:
A. Pengertian
Prinsip-Prinsip Aqidah Islam
Kata Prinsip menurut kamus besar bahasa Indonesia, prinsip adalah asas, dasar, etika, hakikat, pokok, rukun, sendi[1] yang menjadi pokok dasar berpikir,
bertindak dan sebagainya. Intinya adalah dasar.
Aqidah ( العقيدة ) menurut bahasa Arab berasal dari kata Al 'Aqdu yang
berarti ikatan, At Tautsiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang
kuat, Al Ihkamu yang berarti mengokohkan (menetapkan), dan Ar Rabthu
Biquwwah yang berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan menurut istilah (terminology)
yang umum aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan
sedikitpun bagi orang yang mengimaninya.[2]
Sedangkan kata Aqidah menurut Hasan Al Banna menjelaskan bawassannya aqa`id (bentuk jamak dari aqidah) adalah
beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang
tidak bercampur dengan keragu raguan.[3]
Syekh Abu Bakar Jabir al Jaza’iri mengatakan bahwa aqidah adalah serangkaian kebenaran aksiomatik yang
dapat diterima akal sehat, pendengaran, fitrah dan diyakinin dalam hati
manusia, dipastikan kebenaran dan keberadaannya di yakini secara otomatis
kebalikannya tidak benar dan sama sekali tidak ada.[4]
Kebenaran itu dipatrikan dalam hati
serta diyakini kebenarannya dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
hal tersebut. Abu Fati`ah al adnani dan
Abu Ammar berpendapat bahwa aqidah adalah apa saja yang di yakini
(dengan hati) oleh
seseorang. Jika dikatakan “Dia aqidahnya
benar” berarti aqidahnya bebas dari keraguan.[5]
Aqidah
merupakan salah satu perkara yang besar dalam agama Islam makan kedudukannya
dalam Islam bagai akar pohon sehingga Seorang muslim hendaknya memperhatikan
betul perkara ini. Syekh Abdul razaq bin Abdul Muhsin Al Badar menjelaskan
bahwa aqidah ialah keyakinan dalam jiwa yang dapat menjadikan hati lebih baik
dan dan jiwa menjadi kokoh yang dapat membuahkan dan membentuk perangai yang
baik, kesempurnaan amaliyah, ketekunan dalam melaksanakan ibadah dan
menjalankan perintah Allah SWT.
Aqidah menempati posisi terpenting dalam ajaran Islam. Ia ibarat pondasi
dalam sebuah bangunan. bila aqidah seseorang rusak, rusak pula seluruh bangunan
Islam yang ada di dalam dirinya. bila aqidahnya runtuh, runtuh pula seluruh
bangunan keislamannya. Bahkan bagian-bagian Islam yang berupa Syariat,
Mu'amalah dan akhlak tak mungkin dapat ditegakkan dalam masyarakat Muslim
sebelum akidah mereka lurus dan mengakar kuat di hati Sanubari. Aqidah sangat
menentukan tegaknya syariat Islam dan akhlak kaum muslimin. Al Imam Al Bukhari
meriwayatkan dalam kitab shahihnya dari Ibnu Umar r.a bahwa Rasulullah SAW
bersabda yang artinya "Islam dibangun di atas lima pilar: 1) bersaksi
bahwa tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan
bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, 2) menegakkan salat 3).mengeluarkan
zakat, 4). menunaikan ibadah haji dan 5 puasa di bulan Romadhan.[6]
Kemudian
terdapat beberapa istilah dalam kamus tentang akar kata Islam. Secara umum kata
ini mempunyai dua kelompok makna dasar yaitu Selamat, bebas, terhindar,
terlepas dari, sembuh, meninggalkan. Bisa juga berarti; Tunduk, patuh, pasrah,
menerima. Kedua kelompok makna dasar ini saling terkait dan tidak terpisah satu
sama lain. Salima juga berarti murni seperti dalam ungkapan “salima lahu
asy-sya” artinya sesuatu itu murni milik/untuknya. Artinya bebas dari
persekutuan dengan orang lain. Dalam kaitan ini aslama juga berarti memurnikan
kepatuhan hanya kepada Allah swt. Adapun pengertian Islam secara terminologi
akan kita jumpai rumusan yang berbeda-beda. Dalam ensiklopedi Agama dan
filsafat dijelaskan bahwa Islam adalah agama Allah yang diperintahkan-Nya untuk
mengajarkan tentang pokok-pokok serta peraturan-peraturannya kepada Nabi
Muhammad saw. dan menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut kepada
seluruh manusia dengan mengajak mereka untuk memeluknya. Harun Nasution
mengatakan bahwa Islam menurut istilah adalah agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw. sebagai
rasul.[7]
kata Islam secara bahasa berarti
kedamaian dan keselamatan, yang dipakai juga untuk arti agama Islam[8].
kata Islam merupakan turunan dari kata assalmu, as-salamu, atau
as-salamatu yang berarti bersih dan selamat dari kecacatan lahir dan batin.
Islam berarti suci, bersih tanpa cacat. Islam berarti “menyerahkan
sesuatu”. Islam adalah memberikan keseluruhan jiwa raga seseorang kepada
Allah SWT, dan mempercayakan jiwa raga seseorang kepada Allah semata. Makna
lain dari turunan kata Islam adalah “damai” atau “perdamaian” (al-salmu/
peace) dan “keamanan”. Dalam hal ini, Islam adalah agama yang mengajarkan
kepada pemeluknya, orang Islam, untuk menyebarkan benih kedamaian, keamanan,
dan keselamatan untuk diri sendiri, sesama manusia (Muslim dan nonMuslim) dan kepada
lingkungan sekitarnya (rahmatan lil’alamin). Perdamaian, Keamanan dan
keselamatan ini hanya dapat diperoleh jika setiap Muslim taat dan patuh,
mengetahui dan mengamalkan aturan-aturan, menjalankan perintah dan menjauhi
larangan Allah SWT yang dijelaskan dalam sumber ajaran agama, yaitu kitab Allah
(al-Qur"an) dan sunnah Rasul (al-Hadist).[9]
Islam adalah agama wahyu yang
diyakini dan dianut kebanyakan ummat manusia dari berbagai etnis dan suku bangsa.
Perbedaan warna kulit dan bahasa tidak menjadi masalah karena semuanya merujuk
pada satu azas yang telah disepakati yaitu Al-Quran sebagai satu-satunya kitab
suci dan dijelaskan dengan Sunnah Nabawiah sebaga interpretasinya. Kedua konsep
ini menjadi sumber hukum dan pedoman hidup setiap muslim baik dalam kehidupan
pribadi, keluarga maupun masyarakat dan bernegara. Inilah yang dimaksud dengan Muslim
Kaffah atau muslim paripurna yang selalu mengaplikasikan kedua azas tadi
dalam setiap aktifitas hidupnya.[10]
Islam adalah sebuah agama hukum (religion
of law). Hukum agama diturunkan oleh Allah SWT, melalui wahyu yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad saw.,
untuk dilaksanakan oleh kaum Muslimin
tanpa kecuali, dan tanpa dikurangi sedikitpun. Dengan demikian, watak dasar
Islam adalah pandangan yang serba normative dan orientasinya yang serba legal
formalistik. Islam haruslah diterima secara utuh, dalam arti seluruh hukum-hukumnya
dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat pada semua tingkatan.[11]
Prinsip aqidah Islam dasarnya adalah iman kepada
Allah, iman kepada para Malaikat, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada para
Rasul-Nya, iman kepada hari akhir, dan iman kepada takdir yang baik dan yang
buruk.
Prinsip-prinsip akidah secara keseluruhan tercakup
dalam sejumlah prinsip dari seluruh sistem agama Islam yaitu suatu sistem yang
serasi, koheren, dan terjalin dengan baik. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a. Pengakuan dan keyakinan bahwa Allah
adalah Esa. Esa dalam Zat, Sifat, dan Perbuatan-Nya.
b. Pengakuan bahwa para nabi telah diangkat
dengan sebenarnya oleh Allah SWT. Untuk menuntun ummatnya.
c. Kepercayaan akan adanya hari
kebangkitan. Keyakinan seperti ini memberikan kesadaran bahwa kehidupan dunia
bukanlah akhir dari segalanya.
d. Keyakinan bahwa Allah adalah Maha Adil.
Jika keyakinan seperti ini tertanam di daalam hati, maka akan menumbuhkan
keyakinan bahwa apa yang dilakukan akan mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Jadi penulis dapat menyimpulkan
bahwa pengertian prinsip-prinsip aqidah Islam adalah pokok-pokok dasar atau
asas dalam berdindak, bertingkah laku dan berfikir dalam meyakini kebesaran
Allah SWT, malaikat-malaikatnya, kitab-kitabnya, rasulnya, hari kiamat dan
qadha dan qadarnya Allah SWT.
B. Dasar
Aqidah Islam
Dalam kamus
Bahasa Indonesia kata dasar memiliki arti bagian yg terbawah, menjadi lapisan
yang paling bawah, pokok atau pangkal suatu pendapat (ajaran, aturan) asas.[12]
Kata dasar menurut Chaer yaitu sebuah
satuan bebas yang dapat berdiri sendiri, dan terjadi dalam morfem tunggal,
contohnya seperti pergi, rumah, buku. Jadi sebuah kata dasar ini merupakan
sebuah kata yang dapat berdiri sendiri dan dapat membentuk sebuah makna yang
utuh.[13]
Sejatinya
agama Islam merupakan kesatuan antara akidah, syariat, dan akhlak. Landasan akidah
islam adalah keimanan teguh kepada Allah, para malaikat-nya, kitab-nya, segenap
rasul-nya, hariakhir, dan beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk. Dasar dasar ini telah
ditunjukkan oleh Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya dalam surat Al-Baqarah (2):
177:
لَّيۡسَ
ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ
ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ
وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّ...
Artinya: “Bukanlah menghadapkan
wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya
kebaktian itu ialah beriman kepada Allah,
hari kemudian, para Malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi…”
( QS. Al-Baqarah : 177).[14]
Adapun Kosa
kata surat al baqarah 177 adalah
قِبَلَ |
وُجُوهَكُمۡ |
تُوَلُّواْ |
أَن |
ٱلۡبِرَّ |
لَّيۡسَ |
Kearah |
Wajahmu |
Kamu Menghadapkan |
Bahwa |
Kebaikan/Kebaktian |
Bukanlah |
ءَامَنَ |
مَنۡ |
ٱلۡبِرَّ |
وَلَٰكِنَّ |
وَٱلۡمَغۡرِبِ |
ٱلۡمَشۡرِقِ |
Dia Beriman |
Siapa/orang |
Kebaikan/Kebaktian |
Akan Tetapi |
Dan Barat |
Timur |
وَٱلنَّبِيِّۧنَ |
وَٱلۡكِتَٰبِ |
وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ |
ٱلۡأٓخِرِ |
وَٱلۡيَوۡمِ |
بِٱللَّهِ |
dan Nabi-Nabi |
dan Kitab |
dan malaikat |
akhirat |
dan hari |
dengan/kepada Allah |
Ayat ini mengandung garis-garis besar dan kaidah yang
sangat dalam tentang aqidah yang lurus. Ketika pada awalnya Allah menyuruh kaum mukminin menghadap arah
baitul makdis, kemudian mengalihkan mereka kearah ka’bah, hal itu terasa berat
bagi sebagian ahli kitab dan Sebagian kaum muslimin, maka Allah lantas
menurunkan keterangan hikmahnya, bahwa pengertian ibadah dan kebaikan ialah
taat dan patuh kepada Allah, menuruti perintahnya dan menjauhi larangannya menghadap
kearah mana saja yang diperintahkan olehnya, dan mengikuti apa yang
disyariatkan Allah, itulah yang dimaksud kebaikan, taqwa dan iman yang sempurna.
Aidh al-Qarni mengatakan permasalahan utama dari pendidikan yaitu perhatian terhadap
masalah-masalah pendidikan tauhid (keimanan); bagaimana kita akan menghubungkan
keimanan dengan hati manusia, sebab berbicara tentang perilaku sebelum keimanan
tidaklah berguna.[15]
Agama
Islam sebagaimana telah disebutkan, mencakup aqidah dan syari’ah. Dan telah
kami tunjukan sedikit tentang syari’atnya dan telah kami kemukakan
rukun-rukunnya yang dianggap sebagai dasar syari’atnya. Adapun aqidah Islam,
maka dasar-dasarnya ialah iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan takdir baik dan takdir buruk. Dalam sunnah
Rasulullah SAW, Beliau bersabda Ketika menjawab pertanyaan malaikat Jibril
tentang arti Iman: Iman ialah kamu beriaman kepada Allah, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir dan kamu beriman kepada qadar baik dan
qadar/takdir buruk (HR Muslim).
Akidah adalah
fondasi dan akar yang menjadi substansi beragama. kesatuan pemahaman akidah menurut
Al-Qur'an dan fu-sunnah addah sebuah keniscayaan. Ulama terdahulu mengupayakan
penjelasan dan pemahaman yang bermuara pada keseragaman keyakinan berdasarkan Al-Qur'an
dan fu-sunnah. tidak terkecudi juga keempat imam madzhab fikih Islam, Imam Abu
Hanifah, Imam Malik, Imamfuy-Syafe'i, dan Imam Ahmad.[16]
Adapun Dasar Aqidah Islam diantaranya sebagai berikut:
1.
Iman Kepada Allah SWT
Iman kepada Allah adalah suatu
keyakinan yang mantap dan menghujam bahwa Allah adalah Rabb segala
sesuatu, pemilik dan pengaturnya, menciptakannya, memberi rezeki, mematikan dan
menghidupkan.[17]
Beriman
kepada Allah SWT artinya adalah berikrar dengan macam-macam tauhid yang 3 serta
ber I’tiqad dan beramal dengannya, yaitu a) tauhid rububiyah b) Tauhid uluhiyah
c) tauhid asma wa sifat.[18]
Tauhid
rububiyah berarti mentauhidkan segala apa yang dilakukan Allah SWT, baik
mencipta, memberi Rizki menghidupkan dan mematikan serta mengimani bahwasanya
dia adalah raja, Penguasa, dan Rabb yang mengatur segala sesuatu. Hal
ini sesuai dengan berfirman Allah SWT:
a). QS. Al A'raf ayat 54
أَلَا
لَهُ ٱلۡخَلۡقُ وَٱلۡأَمۡرُۗ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
Artinya:“Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.(QS. Al
A'raf:54)
b) QS. Fathir ayat 13
..ذَٰلِكُمُ
ٱللَّهُ رَبُّكُمۡ لَهُ ٱلۡمُلۡكُۚ وَٱلَّذِينَ تَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ مَا
يَمۡلِكُونَ مِن قِطۡمِيرٍ
Artinya:”Yang
(berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya-lah kerajaan. Dan
orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa
walaupun setipis kulit ari”.(QS.
Fathir: 13)
c) QS. Az-Zumar ayat 62
ٱللَّهُ خَٰلِقُ كُلِّ شَيۡءٖۖ وَهُوَ
عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ وَكِيلٞ
Artinya:”Allah
menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu”.(QS. Az-Zumar:62)
d) QS.
Hud ayat 6
وَمَا مِن دَآبَّةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ
إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزۡقُهَا وَيَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّهَا وَمُسۡتَوۡدَعَهَاۚ
كُلّٞ فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ
Artinya: ”Dan tidak ada suatu binatang
melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui
tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam
Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)”.(QS. Hud:
6)[19]
Imam
Ibnul Qayyim r.a berkata seandainya keimanan kepada tauhid rububiyah ini saja
dapat menyelamatkan, maka tentunya orang-orang musyrik telah diselamatkan akan
tetapi urusan yang amat penting dan menjadi penentu adalah keimanan kepada
Tauhid uluhiyah yang merupakan pembeda antara orang-orang musyrikin dan
orang-orang yang mentauhidkan Allah SWT.
Dengan demikian,
tidaklah setiap orang yang menetapkan Bahwasanya Allah ta'ala sebagai Rabb
segala sesuatu dikatakan sebagai orang yang mentauhidkan Allah dalam uluhiyah
Nya serta dalam nama-nama dan sifat-sifatnya. Sebab kebanyakan dari para
hamba-nya tidak mengingkari Allah sebagai pencipta serta tidak mengingkari
sifat rububiyah Nya namun sebagian besar hubungan mereka disebabkan karena
mereka menyembah kepada selain Allah.[20]
Beriman kepada
adanya Allah SWT.-Wujudnya Allah SWT benar-benar dapat ditunjukan oleh fitrah,
syara’, akal, dan rasa. Adapun dalil fitrah atas wujud-Nya ialah bahwa segala makhluk
telah diciptakan atas dasar iman kepada penciptanya tanpa dipikirkan dan diajarkan terlebih
dahulu. Hanya orang yang hatinya kedatangan hal-hal yang dapat merubah fitrah itulah
orang yang berpaling dari tuntutan fitrah ini, karena Nabi SAW mengatakan: Setiap
bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang meyahudikan
dan menasranikan atau memajusikanya (HR Bukhari).
Adapun
dalil akal atas wujudnya Allah SWT ialah karena makhluk ini, baik yang
terdahulu maupun yang akan menyusul harus ada pencipta yang mengadakannya. Sebab
tidak mungkin makhluk tersebut mengadakan dirinya sendiri dan tidak mungkin
terjadi secara kebetulan.
2.
Iman Kepada Malaikat
Beriman kepada malaikat adalah keyakinan yang mantap bahwasanya
Allah memiliki Malaikat yang diciptakan oleh-Nya dari cahaya. Mereka adalah makhluk
yang sangat mulia dan selalu taat kepadaNya. Mereka juga tidak bermaksiat
kepada Allah dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah kepada
mereka.[21]
Menurut ilmu bahasa Arab (lughawi), kata “malaikah”
merupakan kata jamak dari kata “malak” yang berarti kekuatan, yang
berasal dari kata mashdar “alalukah”, yang berarti risalah atau
misi.[22]
Malaikat adalah alam ghaib, makhluk, dan hamba
Allah. Malaikat sama sekali tidak memiliki keistimewaan rububiyah dan
uluhiyyah. Allah menciptakan malaikat dari cahaya dan memberikan ketaatan yang
sempurna serta kekuatan untuk melaksanakan ketaatan itu.
Malaikat adalah makhluk allah yang besar
seperti disebut dalam ayat-ayat al-quran dan hadis-hadis nabi saw wae yang
sahih contoh sifat para malaikat yang memiliki 'Arsy, Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا
ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ
ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At
Tahrim:6)[23]
Kosa
kata surat At Tahrim ayat 7
وَأَهۡلِيكُمۡ |
أَنفُسَكُمۡ |
قُوٓاْ |
ءَامَنُواْ |
ٱلَّذِينَ |
يَٰٓأَيُّهَا |
Dan
Keluargamu |
Diri
Kalian Sendiri |
Peliharalah |
Beriman |
Orang-Orang
Yang |
Wahai |
مَلَٰٓئِكَةٌ |
عَلَيۡهَا |
وَٱلۡحِجَارَةُ |
ٱلنَّاسُ |
وَقُودُهَا |
نَارٗا |
Malaikat |
Atasnya |
Dan Batu-Batu |
Manusia |
Dan
Bahan Bakarnya |
Api/Neraka |
مَآ |
ٱللَّهَ |
يَعۡصُونَ |
لَّا |
شِدَادٞ |
غِلَاظٞ |
Apa |
Allah |
Mereka
Mendurhakai |
Tidak |
Yang
Keras |
Yang
Kasar |
|
|
يُؤۡمَرُونَ |
مَا |
وَيَفۡعَلُونَ |
أَمَرَهُمۡ |
|
|
Mereka
Diperintahkan |
Apa |
Dan
Mereka Mengerjakan |
Diperintahkannya
Kepada Mereka |
Iman kepada malaikat mengandung 4 unsur:
a)
mengimani wujud mereka
b)
mengimani nama-nama malaikat yang kita kenali, seperti jibril,
mikail, israfil dan juga nama-nama malaikat lainnya yang sudah diketahui.
Adapun malaikat-malaikat yang belum diketahui namanya, maka kita wajib mengi
mandinya secara global.
c)
menemani
sifat-sifat mereka yang kita kenali, seperti sifat bentuk Jibril,sebagaimana
yang pernah dilihat oleh nabi saw yang mempunyai 600 sayap yang menutupi ufuk.
Setiap malaikat mempunyai sayap sebagaimana firman Allah SWT:
ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ فَاطِرِ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ جَاعِلِ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ رُسُلًا أُوْلِيٓ أَجۡنِحَةٖ
مَّثۡنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَۚ يَزِيدُ فِي ٱلۡخَلۡقِ مَا يَشَآءُۚ إِنَّ
ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ
Artinya: “Segala puji bagi Allah Pencipta
langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus
berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga
dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS.
Fathir:1)[24]
Kosa
kata surat At Tahrim ayat 7
جَاعِلِ |
وَٱلۡأَرۡضِ |
ٱلسَّمَٰوَٰتِ |
فَاطِرِ |
لِلَّهِ |
ٱلۡحَمۡدُ |
Yang
Menjadikan |
Dan
Bumi |
Langit(Jamak) |
Pencipta |
Bagi
Allah |
Segala
Puji |
وَثُلَٰثَ |
مَّثۡنَىٰ |
أَجۡنِحَةٖ |
أُوْلِيٓ |
رُسُلًا |
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ |
Dan
Tiga |
Dua |
Sayap |
Mempunyai |
Utusan |
Malaikat |
يَشَآءُۚ |
مَا |
ٱلۡخَلۡقِ |
فِي |
يَزِيدُ |
وَرُبَٰعَۚ |
yang
Dia kehendaki |
apa |
ciptaan |
dalam |
Dia menambahkan |
dan
empat |
قَدِيرٞ |
شَيۡءٖ |
كُلِّ |
عَلَىٰ |
ٱللَّهَ |
إِنَّ |
Maha
Kuasa |
sesuatu |
segala |
atas |
Allah |
sesungguhnya |
Adapun sifat-sifat Malaikat Allah yang wajib diimani dan diteladani:
a)
Ketaatan dan kedisiplinan
Sikap
ketaatan dan kedisiplinan ini semestinya men]adi nilai panutan (qudwah)
untuk diteladani oleh manusia. Seorang yang beriman kepada malaikat, dengan
pendekatan spiritualnya, akan senantiasa meneladani sikap-sikap positif yang
dicontohkan malaikat.
b)
Pengendalian
diri dari perilaku negatif
Krisis
moral yang paling utama yang melanda diri manusia secara umum sebenarnya adalah
menipisnya keimanan kepada alam ghaib. Kondisi ini menyebabkan manusia
lepas kendali, bebas nilai, dan berbuat seenaknya tanpa ada rasa bersalah.
Kalaupun ada kendali, hal itu hanya sebatas pada nilai-nilai yang dibuats
endiri dan bersifat relatif (nisbi)
c)
Rasa tanggung jawab
Konsep pendidikan Islam menempatkan nilai
responsibilitas/rasa tanggung jawab (syu'urbil mas'uliyyah) sebagai
dasar sistem pendidikan rohaniah, dengan dasar bahwa kesadaran akan adanya
tanggung jawab yang tertanam dalam hati nurani manusia memberikan pengaruh
penting dalam pembinaan pribadi individu dan masyarakat.[25]
d) Mensucikan
pujian kepada Allah Swt.
Para malaikat senantiasa mensucikan
pujian kepada Allah Swt. sebagai Rabb mereka dan memohon ampunan bagi
manusia yang berada di bumi. Mereka adalah mahluk yang paling ikhlas terhadap
Bani Adam (Al-Fauzan, 2010. hlm. 33). Sifat malaikat yang selalu mensucikan
pujian kepada Allah Swt. ini terungkap dalam QS. Ali Imran (3): 18.“Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang
berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
e) Senantiasa
mengajak kepada kebajikan
Malaikat sebagai utusan Allah Swt.
yang selalu taat kepada-Nya, senantiasa menyeru manusia kepada kebaikan. Sebagaimana
diungkap dalam firman Allah Swt. dalam QS. Huud (11): 81.
“Para utusan (malaikat) berkata:
"Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali
mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa
keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang di
antara kamu yang tertinggal, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa
adzab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka
ialah di waktu subuh; bukankah
subuh itu sudah dekat?".[26]
3.
Iman Kepda Kitab
Iman kepada kitab-kitab Allah adalah membenarkan dengan keyakinan yang kuat
bahwasanya Allah memiliki
kitab-kitab yang telah diturunkan kepada para nabi-Nya sebagai kalam yang sesungguhnya, tempat Allah berbicara
menurut kehendakNya. Kitab-kitab itu adalah cahaya dan petunjuk yang penuh dengan kebenaran.[27]
Al kutub adalah
bentuk jamak dari kata kitab yang berarti sesuatu yang ditulis namun yang
dimaksud disini adalah kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah kepada para rasulnya
sebagai rahmat dan hidayah bagi seluruh manusia agar mencapai kebahagiaan di
dunia dan di akhirat. Allah swt berfirman:
لَقَدۡ
أَرۡسَلۡنَا رُسُلَنَا بِٱلۡبَيِّنَٰتِ وَأَنزَلۡنَا مَعَهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ
وَٱلۡمِيزَانَ لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلۡقِسۡطِۖ وَأَنزَلۡنَا ٱلۡحَدِيدَ فِيهِ
بَأۡسٞ شَدِيدٞ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعۡلَمَ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥ
وَرُسُلَهُۥ بِٱلۡغَيۡبِۚ إِنَّ ٱللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٞ
Artinya:“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami
dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al
Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan
Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah
tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”.(QS. Al
Hadid: 25)[28]
Iman kepada kitab-kitab mengandung 4 unsur:
a)
Menemani bahwasanya kitab-kitab tersebut benar-benar diturunkan
dari Allah SWT
b)
Menemani kitab-kitab yang sudah kita kenali namanya seperti alquran
yang diturunkan kepada nabi muhammad taurat yang diturunkan kepada nabi musa
injil yang diturunkan kepada nabi isa zabur yang diturunkan kepada nabi daud
dan suhuf ibrahim dan musa adapun kitab-kitab yang tidak kita ketahui namanya
maka kita menemaninya secara global.
c)
Membenarkan seluruh beritanya yang benar seperti berita-berita yang
terdapat di dalam al-quran dan berita-berita dari kitab-kitab terdahulu sebelum
diganti atau sebelum diselewengkan.
d)
Melaksanakan seluruh hukum yang tidak binasakh (dihapus) serta rela
dan berserah diri kepada hukum itu baik kita memahami hikmahnya maupun tidak.
Dan seluruh hitam terdahulu telah dinasakh oleh Al-Qur'anul karim Allah swt
berfirman:
وَأَنزَلۡنَآ
إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ مُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيۡهِ مِنَ
ٱلۡكِتَٰبِ وَمُهَيۡمِنًا عَلَيۡهِۖ …
Artinya:“Dan
Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa
yang sebelumnya, dan menjaganya…”(QS. Al
Maindah:48)[29]
4.
Iman Kepada Para Rasul
Iman kepada rasul adalah membenarkan dengan teguh bahwasanya Allah telah
mengutus rasul-Nya untuk memberi petunjuk
kepada makhluk-Nya untuk kehidupan dunia dan akhiratnya. Rasul datang untuk mengajak seluruh manusia
agar beribadah kepada-Nya semata dan mengingatkan manusia agar tidak terjerumus kepada kesyirikan dan kekufuran.[30]
Rusul adalah
bentuk jamak dari rasul yang berarti mursal (utusan), yaitu yang diutus
untuk menyampaikan sesuatu. Dan yang dimaksud di sini adalah manusia yang
diberi wahyu dengan membawa syari’at dan diperintah oleh Allah SWT untuk menyampaikannya. Dan rasul pertama
ialah Nuh AS, sedangkan rasul terakhir adalah Muhammad SAW. Allah berfirman,
yang artinya: Sesungguhnya Kami telah
memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memeberikan wahyu kepada Nuh
dan nabi-nabi sesudahnya …. (QS An-Nisa:163). Dan dalam sahih Bukhari dari Anas
bin Malik RA dalam hadist tentang syafaat, bahwa Nabi SAW telah menyebutkan
bahwa manusia itu nanti mendatangi Adam AS agar dia memberi syafaat kepada
mereka. Lalu Adam mengajukan alasan kepada mereka seraya berkata: Datangi Nuh
AS sebagai rasul pertama yang diutus oleh Allah SWT. Dan Nabi SAW menyebutkan
kelengkapan hadist itu. Allah SWT
berfirman tentang Muhammad SAW yang artinya: Muhammad itu sekali-kali bukanlah
bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan
penutup nabi-nabi (Al-Ahzab:40).
5.
Iman Kepada Hari Akhir
Iman kepada hari akhir. Yang
dimaksud dengan iman kepada hari akhir adalah beriman kepada semua yang
dikabarkan oleh nabi tentang apa yang akan terjadi di akhir zaman nanti dan
kehidupan setelah mati, siksa dan kenikmatan di alam kubur, kebang-kitan di
padang mahsyar, pemberian catatan amal, adanya mizan, shiraath, haudh,
syafaat, neraka dan surga, baik secara terperinci maupun global.[31]
6.
Iman Kepada Takdir
Menurut
Quraish Shihab, kata taqdir terambil dari kata qaddara berasal dari akar kata قدر (qadar) berarti
mengukur, memberi kadar atau ukuran, sehingga jika disebutkan,“Allah telah
menakdirkan demikian,” maka itu berarti, “Allah telah memberi kadar, ukuran,
batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya.[32] Firman
Allah SWT berkaitan dengan takdir sebagai berikut:
1.
QS.Al Hadid ayat 22
مَا
أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ
مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَاۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Artinya:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”.(QS.Al
Hadid ayat 22)
2. QS.Ar Rad ayat 8
اللَّهُ
يَعْلَمُ مَا تَحْمِلُ كُلُّ أُنثَىٰ وَمَا تَغِيضُ الْأَرْحَامُ وَمَا تَزْدَادُۖ
وَكُلُّ شَيْءٍ عِندَهُ بِمِقْدَارٍ
Artinya:”Allah mengetahui apa yang dikandung
oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang
bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya”. (QS.Ar Rad ayat
8)
3. QS. Al Qamar ayat 49-50
إِنَّا كُلَّ شَيۡءٍ خَلَقۡنَٰهُ
بِقَدَرٖ ٤٩ وَمَآ أَمۡرُنَآ إِلَّا
وَٰحِدَةٞ كَلَمۡحِۢ بِٱلۡبَصَرِ ٥٠
بِقَدَرٖ |
خَلَقۡنَٰهُ |
شَيۡءٍ |
كُلَّ |
إِنَّا |
Dengan/Menurut
Ukuran |
Kami
Menciptakannya |
Sesuatu |
Setiap |
Sesunguhnya |
Artinya: “Sesungguhnya Kami
menciptakan segala sesuatu menurut ukuran, Dan perintah Kami hanyalah satu
perkataan seperti kejapan mata”. (QS. Al Qamar ayat 49-50)
4. QS. Al A’la ayat 3
وَالَّذِي
قَدَّرَ فَهَدَىٰ
Artinya:”Dan
yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk”. (QS. Al A’la
ayat 3)
فَهَدَىٰ |
قَدَّرَ |
وَالَّذِي |
Lalu Dia Memberi Petunjuk |
Dia Menentukan |
Dan Yang |
Dapat dilihat
ada tiga pengertian taqdir dari segi etimologi: pertama, taqdir merupakan ilmu
yang amat luas meliputi segala apa yang ada terjadi pasti telah diketahui dan
ditentukan sejak semula. Kedua, berarti sesuatu yang sudah di pastikan.
Kepastian itu lahir dari penciptaannya di mana eksistensinya sesuai dengan apa
yang telah diketahui sebelumnya. Ketiga, taqdir berarti menerbitkan, mengatur,
dan menentukan sesuatu menurut batas-batasnya di mana akan sampai sesuatu
kepadanya,
sebagainmana
tercermin dalam Alquran surat Fusilat ayat 10[33]:
Syekh
Muhammad Bin Shalih Al-Utsamain dalam risalahnya "Nubdzah
fi Al Aqidah Al-Islamiah" mengemukakan empat pokok iman terhadap qadar
Allah SWT.
Pertama, meyakini
bahwa Allah SWT mengetahui segala sesuatu sekecil apapun, mengetahui peristiwa lampau
dan yang akan terjadi, apapun yang kita perbuat Dia Maha Melihat. Kedua,
mengimani bahwa Allah SWT telah menentukan segala sesuatu yang terjadi di “Lauh
Al-mahfuzh.”Firman Allah SWT:
وَإِن
مِّن قَرۡيَةٍ إِلَّا نَحۡنُ مُهۡلِكُوهَا قَبۡلَ يَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِ أَوۡ
مُعَذِّبُوهَا عَذَابٗا شَدِيدٗاۚ كَانَ ذَٰلِكَ فِي ٱلۡكِتَٰبِ مَسۡطُورٗا ٥٨
Artinya:“Tak ada suatu negeripun (yang
durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau
Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah
tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh)”.(QS Al-Isra’:58)
Ketiga,
mengimani bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas kehendak Allah SWT,
baik perbuatanNya sendiri atau perbuatan makhluk-Nya. Firman Allah:
وَرَبُّكَ
يَخۡلُقُ مَا يَشَآءُ وَيَخۡتَارُۗ مَا كَانَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُۚ سُبۡحَٰنَ
ٱللَّهِ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ
٦٨
Artinya:“Dan
Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak
ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
persekutukan (dengan Dia)”.( QS. Qhashas:68)
Keempat,
mengimani bahwa Allah SWT menguasai seluruh kejadian dengan dzat-Nya, sifat-Nya
dan gerakan-Nya. Firman Allah:
ٱلَّذِي
لَهُۥ مُلۡكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَمۡ يَتَّخِذۡ وَلَدٗا وَلَمۡ يَكُن
لَّهُۥ شَرِيكٞ فِي ٱلۡمُلۡكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيۡءٖ فَقَدَّرَهُۥ تَقۡدِيرٗا ٢
Artinya: “Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan
langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya
dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia
menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (QS. Al- Furqan:)[34]
C. Ruang lingkup Aqidah Islam
Menurut
sistematika Hasan Al-Banna maka ruang lingkup Aqidah Islam meliputi :
1. Ilahiyat, yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang
berhubungan dengan Tuhan (Allah), seperti wujud Allah, sifat Allah dll
2. Nubuwat, yaitu pembahsan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan Nabi dan Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah dll
3. Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan alam metafisik seperti jin, iblis, setan, roh dll 4.
Sam'iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui
lewat sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah seperti alam
barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda-tanda kiamat, Surga-Neraka dsb.
D. Fungsi, Tujuan dan Peranan Aqidah Islam.
1. Fungsi Aqidah
Islam
Sesuai dengan fungsinya sebagai dasar
agama, maka keberadaan aqidah Islam sangat menentukan bagi seorang muslim,
sebab dalam system teologi agama ini diyakini bahwa sikap, perbuatan dan
perubahan yang terjadi dalam perilaku dan aktivitas seseorang sangat
dipengaruhi oleh system teologi atau aqidah yang dianutnya. Untuk itu
signifikansi akidah dalam kehidupan seseorang muslim dapat dilihat paling tidak
dalam empat hal, yaitu:
a. Aqidah
Islam merupakan landasan seluruh ajaran Islam. Di atas keyakinan dasar inilah
dibangun ajaran Islam lainya, yaitu syari’ah (hukum islam) dan akhlaq (moral
Islam). Oleh karena itu, pengamalan ajaran Islam lainya seperti shalat, puasa,
haji, etika Islam (akhlak) dan seterusnya, dapat diamalkan di atas bagunan
keyakinan dasar tersebut. Tanpa keyakinan dasar, pengamalan ajaran agama tidak
akan memiliki makna apa-apa.
b.
Akidah Islam berfungsi membentuk
kesalehan seseorang di dunia, sebagai modal awal mencapai kebahagiaan di
akhirat. Hal ini secara fungsional terwujud dengan adanya keyakinan terhadap
kehidupan kelak di hari kemudian dan setiap orang mempertanggungjawabkan
perbuatanya di dunia
c.
Akidah Islam berfungsi menyelamatkan
seseorang dari keyakinan-keyakinan yang menyimpang, seperti bid’ah, khurafat,
dan penyelewengan-penyelewengan lainya.
d. Akidah Islam
berfungsi untuk menetapkan seseorang sebagai muslim atau non muslim. Begitu
pentingnya kajian akidah islam hingga bidang ini telah menjadi perbincangan
serius di kalangan para ahli sejak zaman awal Islam sampai hari ini, termasuk
di Indonesia. Di dalam apresiasinya, kajian mengenai bidang ini melahirkan
beberapa aliran, seperti Suni [ Maturidiyah, Asy’ariyah,-Ahlussunnah wal
Jama’ah] Murjiah,Muktazilah,Wahabiyah, Syiah, Khawarij, Qadariyah, Jabbariyah
dan lain-lain.
2.
Tujuan Aqidah Islam
Akidah
Islam mempunyai banyak tujuan yang baik yang harus dipegang teguh, yaitu: a. Untuk mengihlaskan
niat dan ibadah kepada AllahI semata. Karena Dia adalah pencipta yang tidak ada
sekutu bagiNya, maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya kepadaNya.
b. Membebaskan
akal dan pikiran dari kekacauan yang timbul dari kosongnya hati dari akidah.
Karena orang yang hatinya kosong dari akidah ini, adakalanya kosong hatinya
dari setiap akidah serta menyembah materi yang dapat di indera saja dan
adakalanya terjatuh pada berbagai kesesatan akidah dan khurafat.
c. Ketenangan
jiwa dan pikiran, tidak cemas dalam jiwa dan tidak goncang dalam pikiran.
Karena akidah ini akan menghubungkan orang mukmin dengan Penciptanya lalu rela
bahwa Dia sebagai Tuhan yang mengatur, Hakim yang membuat tasyri’. Oleh karena
itu hatinya menerima takdir-Nya, dadanya lapang untuk menyerah lalu tidak
mencari pengganti yang lain.
d. Meluruskan
tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam beribadah kepada Allah dan
bermuamalah dengan orang lain. Karena diantara dasar akidah ini adalah
mengimani para Rasul, dengan mengikuti jalan mereka yang lurus dalam tujuan dan
perbuatan.
e.Bersungguh-sungguh
dalam segala sesuatu dengan tidak menghilangkan kesempatan beramal baik,
kecuali digunakannya dengan mengharap pahala. Serta tidak melihat tempat dosa
kecuali menjauhinya dengan rasa takut dari siksa. Karena diantara dasar akidah
ini adalah mengimani kebangkitan serta balasan terhadap seluruh perbuatan.
Sebagaimana firman Allah SWT: “Dan masing-masing orang memperoleh
derajat-derajat (sesuai) dengan yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah
dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al An’am : 132).
3. Peranan Aqidah Islam
Aqidah dapat dilihat peranannya dalam berbagai
segi kehidupan seorang muslim serta memiliki, implikasi terhadap sikap
hidupnya. Implikasi dari aqidah itu ara lain dapat dilihat dalam pembentukan
sikap, misalnya: Penyerahan secara total kepada Allah dengan menjadikan sama
sekali kekuatan dan kekuasaan di luar Allah yang dapat mendominasi dirinya.
Keyakinan ini menumbuhkan jiwa merdeka bagi seorang muslim di tengah-tengah
pergaulan hidupnya; tidak ada manusia yang menjajah manusia lain. Ia menjadi
manusia yang merdeka, bebas dari perbudakan dalam segala dimensi
kemanusiaannya.Harkat dan derajat manusia hanya ditentukan oleh kadar keimanan
dan ketaqwaannya, seperti firman Allah:
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang lakiaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal” (QS. 49:13).
Karena itu, Islam tidak mengenal kultur
individu dan perhambaan antar manusia, apalagi perhambaan manusia terhadap
makhluk lainnya. Keyakinan terhadap Allah, menjadikan orang memiliki keberanian
untuk berbuat, karena tidak ada baginya yang ditakuti selain melanggar perintah
Allah. Keberanian ini menjadikan seorang muslim untuk berbicara tentang
kebenaran secara lurus dan konsekuen dan tegas berdasarkan aturan-aturan yang
jelas diperintah Allah. Karena baginya kebenaran Allah adalah satu-satunya dan mutlak
sifatnya. Karena itu umat Islam semestinya menjadi pelopor menegakkan kebenaran
di muka bumi tanpa rasa kuatir dan gelisah. Keyakinan dapat membentuk rasa
optimis menjalani kehidupan, karena keyakinan tauhid menjamin hasil yang
terbaik yang akan dicapainya secara uhaniah, karena itu seorang muslim tidak
pernah gelisah dan putus asa, ia tetap berkiprah dengan penuh semangat dan
optimisme. Cobaan dan ujian merupakan proses hidup yang bersifat sementara yang
menjadi pupuk penyubur keyakinan terhadap Allah. “(yaitu) orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”. (QS. 13:28) Artinya :
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram”. (QS. 13:28) Dengan demikian aqidah dapat berperan sebagai landasan
etik bagi seorang uslim dalam menyikapi hidup dan kehidupannya di dunia dengan
melihat hidup ini secara luas, yakni hidup di dunia dan hidup di akhirat.
Keyakinan seperti ini mewujudkan sikap jiwa yang tenang dan damai yang
merupakan dambaan setiap orang. Jiwa yang tenang ini pula yang akan mengantarkannya
kepada kebahagiaan abadi, seperti firman Allah: Artinya : “Wahai jiwa yang
tenang Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya. Maka
masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaku dan masuklah ke dalam surgaKu”. (QS.89:
27-30) Lebih lanjut Sayid Sabiq memandang fungsi aqidah sebagai ruh bagi setiap
orang. Hidup bernaung dan berpegang teguh kepadanya akan memperoleh gairah, semangat
dan kebahagian, sementara hidup yang terlepas daripadanya akan terapung,
melayang tanpa arah, dan bahkan mati semangat kerohaniannya. Aqidah adalah
cahaya, yang apabila seseorang tidak memilikinya, ia akan buta dan pasti akan
tersesat ke dalam liku-liku dan lembah kesesatan dan kenistaan. Ia adalah cahaya
yang dapat memberikan jaminan kejelasan, keterang-benderangan, keselamatan dan
kebahagiaan kepada orang yang bernaung di bawahnya. Ia adalah cahaya yang
sangat kuat dan bersih, yang mampu menerobos dan menerangi segala aspek dan
kebutuhan manusia. Ia adalah cahaya di atas segala cahaya, tidak akan ada lagi
cahaya yang sebanding apalagi mengunggulinya.
E. Tingkatan Aqidah
Islam
Ditinjau dari segi kuat dan tidaknya, aqidah
ini bisa dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu ragu, yakin, ainul yakin, dan
haqqul yakin. Tingkatan ini terutama didasarkan atas sedikit banyak atau besar
kecilnya potensi dan kemampuan manusia yang dikembangkan dalam menyerap aqidah
tersebut. Semakin sederhana potensi yang dikembangkan akan semakin rendah aqidah
yang dimiliki, dan sebaliknya. Empat tingkatan aqidah tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut: 1) Tingkat ragu (taklid), yakni orang yang beraqidah hanya
karena ikuti-kutan saja, tidak mempunyai pendirian sendiri. 2) Tingkat yakin,
yakni orang yang beraqidah atau sesuatu dan mampu menunjukkan bukti, alasan
atau dalilnya, tapi belum mampu menemukan atau
merasakan hubungan kuat dan mendalam antara
(madlul) dengan data atau bukti (dalil) yang didapatnya. Sehingga tingkat ini
masih mungkin terkecoh dengan sanggahan-sanggahan yang bersifat rasional dan
mendalam.) Tingkat a'inul yakin, orang yang beraqidah atau meyakini sesuatu
secara rasional, ilmiah dan mendalam ia mampu membuktikan hubungan antara obyek
(madlul) dengan data atau bukti (dalil). Tingkat ini tidak akan terkecoh lagi
dengan sanggahan-sangahan yang bcrsifat rasional dan ilmiah.) Tingkat haqqul
yakin, yakni orang beraqidah atau meyakini sesuatu, yang disamping mampu
membuktikan hubungan antara obyek (madlul) dengan bukti atau data (dalil)
secara rasional, ilmiah dan mendalam, juga mampu menemukan dan merasakannya
melalui pengalaman-pengalamannya dalam pengamalan ajaran agama. Orang-orang
yang telah memiliki aqidah pada tingkat ini tidak akan mungkin tergoyahkan dari
sisi mana pun menyanggah atau mengganggunya, ia akan berani berbeda dengan
orang lain sekalipun hanya seorang diri, ia akan berani mati untuk membela
aqidah itu sekalipun tidak seorang pun yang mendukung atau menemaninya. Pada
semua tingkatan aqidah di atas nampak peranan akal begitu dominan. Hal ini
tidak berarti hanya akal satu-satunya. Keseluruhan aqidah Islam, sebagaimana
juga halnya dengan semua hukum dalam syari'ah, pada dasarnya ditetapkan dan
diatur oleh Kitab Allah dan Sunnah Rasul, di mana keduanya memberikan kedudukan
yang sangat penting bagi akal kiran dalam menerima dan mengokohkan aqidah.
Keduanya sangat memuliakan akal dengan menjadikannya sebagai sasaran perintah,
sebagai tempat bergantungnya pertanggung jawaban dan menganjurkan agar
memfungsikannya dengan sebaik-baiknya. Al-Quran Sering sekali menyebutkan
berbagai fenomena ayat-ayat Allah kemudian ditujukan kepada akal agar mencerna,
memikirkan, mengkaji dan menelitinya dengan kata-kata Laayatil liqaumil
ya'qilun atau yatafakkarun (bagi
orang-orang yang - berakal/ berfirkir) atau kata-kata la'allakum a'qilun (agar kamu berpikir), sebagaimana
sering pula menegur orang-orang yang alai memperhatikan dan memikirkan ayat itu
dengan kata-kata afalaa ta'qilun apakah kamu tidak berakal/berpikir).Allah
berfirman : Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu
dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di
bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; sungguh terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kekuasaan
Allah) bagi kaum yang memikirkan”
QS. 2:164).
F.
Pentingnya
Prinsip Aqidah Islam di Madrasah
Akidah di Madrasah Ibtidaiyah merupakan salah
satu mata pelajaran PAI yang mempelajari
tentang rukun iman yang dikaitkan dengan pengenalan dan penghayatan terhadap
al-asma' al-husna, serta penciptaan suasana keteladanan dan pembiasaan dalam
mengamalkan akhlak terpuji dan adab Islami melalui pemberian contoh-contoh perilaku
dan cara mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Secara substansial mata
pelajaran Akidah memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta
didik untuk manifestasi dari keimanannya kepada Allah, malaikat-malaikat Nya,
kitabkitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta Qada dan Qadar. Maka dengan
paket ini mahasiswa/mahasiswi sebagai calon guru materi aqidah diharapkan
memiliki kemampuan untuk menjelaskan, dan mengajarkan : pengertian aqidah,
fungsi dan peranan aqidah, tingkatan aqidah, dan analisis terhadap rukun iman
yang enam, yaitu iman kepada Allah, Malaikat-malikat Allah, Kitab-kitab Allah,
Rasulrasul Allah, hari Kiamat, dan Qadla dan Qadar Allah.
G. Pemikiran Pemikiran Aqidah Islam
1. Pemikiran Syaikh Abdurrahman Siddik
Pemikiran Syaikh Abdurrahman Siddik
tentang Akidah merentang sejak konsep tentang hakikat syahadat sampai kepada
hakikat ibadah dan ilmu yang lahir dari keimanan seseorang. Sebagai tokoh yang
lama menempuh pendidikan di Timur Tengah (Mekkah dan Madinah) dan lama
mengembara menyebarkan Islam di berbagai wilayah Nusantara, pemikiran Syaikh
tergolong sangat unik. Keunikan itu, pertama, karena pemikiran Syaikh
diungkapkan sebagiannya dalam bentuk syair dan ibarat. Pegungkapan semacam ini
mengandung dimensi sastra yang cukup mendalam. Kedua, substansi pemikiran
Syaikh tidak dapat dilepaskan dari aspek tasawuf yang memang menjadi wacana
khas pemikiran Islam pada masanya. Dari
segi substansi, pemikiraan Syaikh tentang akidah dapat dilihat sebagai materi
yang dapat memperkaya khazanah mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) baik
di sekolah maupun madrasah. Ia dapat digunakan sebagai supplemen untuk melengkapi materi kurikulum PAI yang
sudah baku dalam buku-buku teks yang ada saat ini.[35]
2. Pemikiran Al-Ghazali
Al-Ghazali adalah seorang tokoh yang di dalam
karya-karyanya banyak membahas tentang akhlak atau budi pekerti manusia.
Hal ini dapat dilihat dari semua konsepnya tentang akhlak yang mana sejatinya
Al-Ghazali memasukkan konsep-konsep aqidah di dalamnya.
3.
Pemikiran Imam al-Syafi'i
Ketika Imam al-Syafi'i masa
hayatnya, aliran Asy'ariyah dan Maturidiyah belum muncul. Bagaimanapun, Imam
al-Syafi'I dapat menyaksikan dan merujuk aliran-aliran akidah lainnya yang
telah ada pada masanya seperti Syi'ah, Khawarij, Jabbari'ah, Qadariyyah, dan
Murji'ah.Atas dasar fakta itu, satusatunya kemungkinan yang menjadi rujukan
Imam al-Syafi’I dalam menentukan tema-tema teologinya adalah golongan Kalam
seperti Qadariyah dan Muktazilah. Sebagaimana
terlihat dalam paparan, terkesan bahawa pandangan-pandangan akidah Imam
al-Syafi’i, jelas berada pada jalur yang agak berbeza dari pandangan-pandangan
akidah Muktazilah tetapi agak dekat dengan fahaman Asy’ariyah. Perhatikanlah
table dibawah ini:
No |
Aliran
Akidah |
Muktazilah |
Imam
Al-Syafi’i |
Asy’ariyah |
Bentuk
Pemikiran Akidah |
Rasional
Kalam |
Tradisional
Hadis |
Tradisional
Kalam |
|
1 |
Perbuatan
Manusia Manusia |
Manusia |
Allah
Dan Manusia |
Allah |
2 |
Kuasa
Mutlak Allah |
Terhad |
Allah
Maha Kuasa Dan Bijaksana |
Allah
Maha Kuasa |
3 |
Tanzih |
Menolak
Sifat Dalam Al-Quran Dan Sunnah |
Menetapkan
Semua Sifat Dalam
Al-Quran Dan Sunnah |
Menetapkan
Sebahagian Dan
Menolak Sebahagian |
4 |
Ayat-Ayat
Mutasyabihat |
Takwil |
Mengimani
Sepenuhnya Dan
Tolak Takwil |
Takwil |
5 |
Melihat
Allah |
Mustahil |
Melihat |
Melihat |
6 |
Hakikat
Iman |
Hati,
Ikrar Dan Amal |
Hati,
Ikrar Dan Amal |
Di
Hati |
Dari table diatas terlihat bahawa
Imam al-Syafi’i lebih dekat kepada cara tradisional Asy'ariyyah berbanding
dengan cara rasiona Muktazilah. Dari enam topik akidah yang dikaji ternyata
satu topik saja sama dengan pandangan Asyariyah, sedangkan tentang tema iman,
pada satu sisi Imam al-Syafi’i dekat dengan corak tradisional Asy’ariyah,
tetapi pada sisi lain ia dekat pada corak rasional Muktazilah yang memasukkan
amal sebagakomponen iman disamping ma'rifat dan ikrar. Namun, ia lebih dekat
pada corak tradisional dalam hal bahawa iman tidak dapat hilang kerana dosa
besar. Bagaimanapun sebahagian besar pandangan teologis Imam al-Syafi’i lebih
dekat pada corak tradisional Asy’ariyah, hanya dalam masalah ayat mutasyabihat
Imam al-Syafi’i tidak bersama dengan Asy’ariyah yang lebih cenderung untuk
memilih jalan takwil.[36]
4. Pemikiran Haji Agus Salim
kajian aqidah menurut Haji Agus Salim meliputi tiga
hal, yakni tauhid, takdir dan tawakal..[37] Haji
Agus Salim memaknai Tauhid sebagai kajian tentang keesaan Allah. Segala keyakinan tentang qadar
(kenyataan dari ketentuan Allah) dan takdir, yang mewajibkan tawakal dan sabar,
semuanya bersumber dari pada ajaran tauhid. Jadi segala sesuatu
yang menjadi ketentuan Tuhan
mesti atas kehendak-Nya. Haji Agus Salim mengatakan kekuasaan
Tuhan atas segala kehendak-Nya sebagai berikut:“Allah berbuat
dengan sendiri-Nya, tidak mengharapkan kebenaran dari siapapun
dan tidak tertahan oleh barang satu apapun juga. Allah bertindak
pada orang yang percaya dan atas
orang yang tidak percaya”.[38]
H.
Kesalahan Dalam Akidah Islam
1.
Takut Terhadap Orang-Orang Yang Sudah Mati
Apabila kita berkeyakinan bahwa seandainya menyebut seorang wali
dengan keburukan, maka wali tersebut menimpakan bencana pada badannya, harta
atau anaknya. Keyakinan ini adalah keyakinan batil, karena yang mengatur alam
ini adalah Allah SWT. Kaum muslim tidak boleh menyebut kaum muslimin yang sudah
mati kecuali dengan kebaikan, sebagaimana disebutkan dari Nabi Muhammad saw, "Janganlah
menyebut orang-orang yang sudah mati kecuali dengan kebaikan."
Beliau juga bersabda,"Janganlah mencaci maki orang-orang
yang sudah mati. Karena sesungguhnya mereka telah sampai kepada apa yang dahulu
mereka kerjakan." Khauf (takut) merupakan salah satu ibadah hati yang
wajib dimurnikan hanya untuk Allah semata.
2.
Membenarkan Dukun dan Peramal
Ada orang yang pergi kepada dukun dan peramal supaya mereka membebaskan sihir yang menimpanya atau mendatangkan kebaikan kepadanya menurut dugaannya. Orang yang merana ini tidak tahu bahwa dengan kepergiaannya kepada mereka, maka ia telah kehilangan timbangan 200 shalat dari timbangan kebajikannya; berdasarkan hadits yang diriwayatan Muslim dalam Shahihnya dari salah seorang Ummahat al Mukminin bahwa Nabi ffi bersabda
"Barangsiapa mendatangi dukun (atau peramal) lalu bertanya kepadanya tentang suatu hal, maka tidak diterima shalatnya selama 40 malam."
3. Keyakinan Mengenai Ari-ari
Sebagian petani bila ternaknya melahirkan, maka ia mengambil sepotong ari-ari dan beberapa cakup garam serta mengikatnya dalam kantung terbuat dari kain dan menggantungkan pada leher ternak tersebut, karena berkeyakinan bahwa hal itu dapat melancarkan air susunya.
" Amat buruk apa yang mereka
perbuat." (Al-Ma'idah: 55).
4. Keyakinan Mengenai Darah
U
Ada sebagian orang, ketika menyembelih hewary
memasuk-
kan tangannya dalam darahnya dan melumuri
rumahnya de-
ngannya, karena berkeyakinan bahwa dengan hal
itu keberkahan
akan datang. Semua ini termasuk tradisi
jahiliyah. Perbuatan ter-
sebut mengingatkan saya terhqdap bid'ah yang
dilakukan bangsa
Mesir tempo dulu, di mana mereka membuang
setiap tahunnya
seorang gadis di sungai Nil, sebagai ttrmbal
bagi apa yang
diberikannya kepada Mesir berupa air sebagai
sumber kehidupan
manusia. Mereka menyebutrya "Perayaan
Tumbal Sungai Nil".
Islam telah menggugurkan bid'ah ini. Pada tahun
20 H.
tatkala Mesir ditaklukkao penduduknya datang
kepada Amr bin
al-Ash ,#, ketika bulan pengorbanan sudah
masuk. Mereka
mengatakan, "Wahai Amir, sungai Nil kami
ini memiliki tradisi,
yang tidak mengalir kecuali dengannya."
Ia bertanya, "Apakah itu?"
Mereka menjawab, "Jika dua belas bulan
telah berlalu, maka
kami mengambil seorang gadis dari kedua orang
tuanya. Lalu
kami meminta kerelaan kedua orang hranya, dan
kami mema-
kaikan kepadanya perhiasan dan pakaian terbaik,
kemudian kami
melemparkannya di sungai Nil ini.'
Ia mengatakan, "Ini perkara yang tidak
berlaku dalam Islam.
Sesungguhnya Islam menghancurkan tradisi
sebelumnya."
Selama tiga bulan mereka tinggal di bantaran
sungai, semen-
tara sungai Nil tidak mengalir, baik sedikit
maupun banyak, se-
hingga mereka tampak bersedih. Kemudian Amr bin
al-Ash
menulis surat kepada Umar bin al-Khaththab
mengenai hal itu,
maka Umar menulis surat kepadanya,
"sesungguhoya kamu telah
melakukan sesuatu yang benar. Aku telah
mengirimkan kepada-
mt bithaqah (kartu berisi ttrlisan) kepadamu di
dalam surat ini,
maka buanglah di sungai Nil."
5.
Bersumpah dengan Selain Allaht
Ada sebagian manusia yang bersumpah
dengan selain Allah
dalam ucapannya, seperti mengucapkary
- Demi kehidupanmu.
- Demi jaminanmu.
- Demi kehidupan dan air laut.
- Demi Nabi.
Semua ini adalah sumpah dengan selain Allah;
berdasarkan
hadis yang diriwayatkan al-Hakim dan
dishahihkannya/ at-Tir-
midzi dan dishahihkannya serta dishahihkan
al-Albani dalam nl-
lnua', dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah #
bersabda,
"Barangsiapa bersumpah dengan selain
Allah, maka ia telah
sYirik'u
Barangsiapa yang terbiasa dengan sumPah ini
maka setiap
kali melakukan kesalahan dan bersumpah dengan
selain Allah,
hendaklah ia mengucapkan la ilaha illallah;
berdasarkan hadits
yang diriwayatkan Abu Hurairah **l, bahwa Nabi
ffi bersabda,
"Barnngsiapa di antara kalian yang
ffiengatnkan dalam sum-
palmyn,'Demi Lata dan lJzza', hendaklah ia
mengucapkan,'La
ilalm illatlah.' Dan barangsiapa yang
mengatakan kepada saln-
batnya, 'Kemarilah, aku akan bertaruh denganmu'
, nTnka hendnk-
lah ia menyedekahkan sesuatu."34
6.
Menentang Qadha'dan Qadar
Sebagian manusia melihat orang yang
kaya raya tapi hal itu
tidak menyenangkan baginya, lalu ia mengatakan
kata-kata dosa
ini, "Tanganku memotong ekorku tanpa
diinginkan." Peribahasa
ini bermakna bahwa Allah tffi tidak bijaksana
dalam hal memberi
dan menahan -Mahasuci Allah-, lalu Dia memberi
rizki kepada
orang tidak layak diberi rizki dan menghalangi
orang yang berhak
mendapatkannya!!" Apakah orang yang
mengucapkan demikian
lebih mengetahui tentang orang yang berhak dibandingkan Allah?!
" Dan apakah mereka tidak memperhatikan
bahtua sesungguhnya
Allah melapangkan rizkibagi siapayang
dikehendakiNya dan Dia
(yila) yang menyempitkan (rizki itu).
Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah)
bagi kaum yang beriman. " (Ar-Rum: 37).
[1]Dendy Sugono Dkk, Kamus tesaurus Bahasa Indonesia
(Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 386.
[2] Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Syarah Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah, (Jakarta: Pustaka Imam Asy
Syafi’i, 2014), h. 27.
[3] Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam,
Yogyakarta, LPPI, 2013,h.2
[4] Dibyo Widodo, Konsep Pendidikan Aqidah Persfektif Syekh
Abdurrazzaq Bin Abdul Muhsin Al Badr dan Relevansinya Terhadap Pendidikan
Aqidah Saat Ini, n.d.
[5] Abu Ammar dan Abu Fati`ah Al Adnani , Mizanul Muslim,
Jakarta, Cordova Mediatama, 2009, h.81
[6] Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Op
Cit. h.v
[7]Fithria Khusno Amalia et al., “NILAI-NILAI U < LU
< AL- ‘ AZMI DALAM TAFSI < R IBN KATHI > R Alquran dan Hadith . 1
Salah satu isi dari kandungan Alquran adalah kisah-kisah terdah ulu ( Qas } as
} al- Qur ‟ a > n ) yang memberitakan tentang hal ihwal umat yang telah lalu
, nubuwwat ( k”, Vol. 1 No. Juni (2017), hal. 71–77,.
[8] Ahmad Musthafa al- Maraghi,
Tafsir al- Maraghi (Bayrut: Dar Al- Kutub al-Ilmiyah, 2006), h. 281-282.
[9] Rois Mahfud, Al- Islam Pendidikan Agama
Islam, (Penerbit: Erlangga, 2011), h. 3-5.
[10] Subhan Nurdin, Dasar-Dasar
Aqidah Islam
(Kairo: Seri Islam Aplikatif Aqidah & Da'wah, 2017), h. 2-3.
[11] Fitriyani, Islam
dan Kebudayaan (Ambon: Jurnal Al Ulum, 2012), h. 133.
[12] Kamus Bahasa Indonesia, 2008
[13]Syifa Wasilatul Fauziya dan Agus Nero Sofyan,“http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpud.
Volume 12 Edisi 2 November 2018", h. 311–20.
[14] M. Hasballah Thaib, Dasar-dasar Materi
Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi ( Jakarta: Rajawali Pers,
2015), h.69.
[15] Shinta, Implikasi Paedagogis Qur ’ An Surat
Al-Baqarah Ayat 177 Tentang Pendidikan Tauhid (Garu: Jurnal Pendidikan Universitas Garut, 2009), h. 14-20.
[16] Abul Yazid Abu Zaid Al Ajami, Aqidah Islam Menurut Empat Madadhab, 2020, h. vii.
[18] Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Loc.Cit.
h.145.
[19] Ibid. h.146.
[20] Ibid. h.151.
[22] Mulyana Abdullah, Meneladani Sifat-Sifat Malaikat
Allah Sebagai Bentuk Mengimani Adanya Malaikat Allah, (Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2018), h. 148.
[23] Ibid. h.223.
[24] Ibid.
[25] Mulyana Abdullah, Loc.Cit.h.151-153.
[26] Ibid. h.154.
[28] Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Loc.Cit.
[29] Ibid.
[32] Yudhi Prabowo, Sulidar dan Ardiansyah, Wawasan Tentang Taqdir Dalam Hadis (
Medan: At-Tahdis, 2017), h. 2.
[33] Ibid.h. 3
[34] Subhan Nurdin, Loc.Cit.
h. 19.
[35] Taufik, Materi Pendidikan Akidah : Studi Atas
Pemikiran Syaikh Abdurrahman Siddik (Bangka: 2010), h. 253.
[36] Tamar Jaya Nizar dan
Farahwahida Mohd Yusof, Pemikiran Akidah Imam Al-Syafi’i, Jurnal Teknologi
Sciences and Engineering (Johor: UTM Press.All Right
Resived, 2013), h. 63.
[37] Moh. Qoyyim, Pemikiran Haji Agus Salim tentang
Aqidah, Sharîah, dan Ideologi (Gresik: STAI Ihyahul Ulum,
2015. h. 114.
[38] Ibid. h. 115.
إرسال تعليق