Penerapan, Metode Dzikir,

 

Ihwanuddin, M.Pd


A.      Penerapan Metode Dzikir

1.    Pengertian Penerapan Metode Dzikir

Penerapan adalah “pelaksanaan, kata penerapan bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem”.[1]

Secara etimologi dzikir berasal dari bahasa Arab, yaitu asal kata dari dzakara, yadzkuru, dzikran yang mempunyai arti sebut dan ingat.[2] Dzikir merupakan asal kata dzikir yang artinya ingat, sebut, dan ajaran.[3] Menurut bahasa kata “Dzikir” berarti “mengingat atau menyebut”.[4] Dzikir berarti suatu bentuk kesadaran yang dimiliki oleh seorang makhluk akan hubungan yang menyatukan seluruh kehidupannya dengan Sang Pencipta.[5]

Menurut Hasbi Ash-Syiddieqy yang dimaksud dengan dzikir adalah menyebut nama Allah dengan membaca tasbih (Subhanallah), membaca tahlil (La illallah), membaca tahmid (Alhamdulillah), membaca Takbir (Allohu Akbar), membaca hauqolah (la haula wala quwwata illa billahi), membaca hasbullah (hasbiyallahu), membaca basmallah (bismillahirrahmaanirrahiim), membaca Al-Qur’an dan membaca do’a-do’a yang ma’tsur yaitu do’a yang diterima dari Nabi Muhammad SAW.[6]

Al-Quran merupakan pedoman hidup bagi manusia yang sangat komprehensip, terhadap didalamnya anjuran-anjuran untuk berdzikir. Ayat Al-Quran yang berkenaan dengan dzikir terdapat dalam beberapa surat berikut:

a.    Dzikir dimaknakan sebagai pelajaran seperti dala firman Allah SWT.:

ôs)s9ur $tR÷Žœ£o tb#uäöà)ø9$# ̍ø.Ïe%#Ï9 ö@ygsù `ÏB 9Ï.£B ÇÊÐÈ  

Artinya: “Dan Sungguh kami telah memudahkan Alquran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?”. (QS. Al-Qamar: 17)

 

b.    Dzikir dimaknakan sebagai Alquran dalam firman Allah SWT:

y7Ï9ºsŒ çnqè=÷GtR šøn=tã z`ÏB ÏM»tƒFy$# ̍ø.Ïe%!$#ur ÉOÅ3ysø9$# ÇÎÑÈ  

Artinya: “Demikian (Kisah Nabi Isa), kami membacakannya kepadamu sebagian dari bukti-bukti (kerasulannya) dan membacakan Alquran yang penuh hikmah.”( QS. Ali Imran: 58)

 

c.    Dzikir dimaknakan sebagai kemulian yang besar dalam firman Allah SWT:

¼çm¯RÎ)ur ֍ø.Ï%s! y7©9 y7ÏBöqs)Ï9ur ( t$ôqyur tbqè=t«ó¡è? ÇÍÍÈ  

Artinya: “Dan sesungguhnya Alquran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan yang besar bagimu dan bagi umatmu dan kelak anda akan diminta pertanggungjawaban.” (QS. Az-Zuhruf: 44)

 

 

 

 

 

d.    Dzikir dimaknakan sebagai peringatan seperti firman Allah SWT:

óOçFö6Éftãurr& br& öNä.uä!%y` ֍ò2ÏŒ `ÏiB öNä3În/§ 4n?tã 9@ã_u öNä3ZÏiB öNà2uÉZãŠÏ9 4

Artinya: “dan apakah anda (tidak percaya) dan heran akan datang kepadamu peringatan dai tuhanmu dengan perantara seorang laki-laki (Muhammad) dari golonganmu agar dia memberi peringatan padamu.” (QS. Al-A’raf: 69)

 

e.    Dzikir dimaknakan sebagai penjelasan seperti firman Allah SWT:

ãø.ÏŒ ÏMuH÷qu y7În/u ¼çnyö7tã !$­ƒÌŸ2y ÇËÈ   

Artinya: “yang dibacakan ini adalah penjelasan tentang rahmat Tuhan Anda kepada hambanya, Zakaria.” (QS. Maryam: 2)

 

Dzikir termasuk salah satu yang diperintahkan Allah di dalam Al-Qur’an karena perannya yang sangat besar dalam menjalin hubungan manusia dengan Allah SWT. selain itu adanya dzikir juga berkaitan dengan manusia sendiri seperti ketentraman jiwa.[7]

Menurut Alquran dan sunnah, dzikir diartikan sebagai segala macam bentuk mengingat Allah SWT, menyebut nama Allah SWT, baik dengan cara membaca tahlil, tasbih, tahmid, takbir, asmaul husna, maupun membaca do’a-do’a  dari Rasulullah SAW.[8]

Tujuan utama dalam berdzikir adalah “kepuasan Allah” bukan kepuasan manusia yang melantunkan dzikir. Jika yang dicari adalah kepuasan Allah, maka tidak ada jalan lain kecuali melakukan dzikir sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. dengan memperhatikan kedua petunjuk ini dapat dipastikan bahwa dzikir yang dilakukan akan memberikan kontribusi positif bagi pelakunya. Adapun yang dimaksud dengan kontribusi positif disini adalah munculnya kemampuan pada diri seseorang untuk menangkap sifat-sifat Allah sehingga kehadiran-Nya terasa sangat dekat di dalam diri. Dalam kondisi yang seperti ini maka dzikir dapat memberikan rasa ketentraman dalam jiwa pelakunya dan sekaligus sebagai benteng dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik.[9]

Rifai dan Sukamto membagi dzikir menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:

a.       Secara kuantitatif, artinya menyebut nama Allah SWT. dengan jumlah dan bilangan tertentu, misalanya mengucapkan tahmid sebanyak 200 kali.

b.      Secara kualitatif, artinya berdzikir melalui penghayatan yang tediri atas tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut:

1)   Dzikir kontemplatif (perenungan mendalam), artinya ketika kita membaca tasbih, tahmid, tahlil, istighfar, disertai dengan penghayatan bahwa kita sangat kecil dibandingkan Allah SWT, kita dipenuhi dengan lumpur dosa, kita mengakui dan meyakini kebesaran-Nya yang menciptakan alam semesta yang Maha Luas karena Allah adalah Maha Kaya dari segalanya.

2)   Dzikir antisipatif, artinya kita menanggapi segala hal yang terjadi di seluruh alam raya sebagai aktivitas dan kehendak Allah SWT. dengan mempersepsikannya melalui pikiran, perasaan, perasaan, dan tindakan.

3)   Dzikir aplikatif, artinya kita senantiasa mengingat Allah SWT, ketika melakukan segala sesuatu dan dihubungkan dengan salah satu sifat-sifat Allah SWT, yang Maha Mulia. Misalnya kita mengucapkan istighfar dan menyebut Ar-Rahman-Ar-Rahim ketika kita sedang emosi, marah, dan kecewa.[10]

Dari pendapat tentang makna dzikir diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa makna arti dzikir terdiri dari dua makna: yaitu pertama, arti khusus adalah dzikir dengan ucapan jelas (jahar) yaitu mengucapkan tasbih, tahmid, takbir, tahlil, istighfar, dan sebagainya dengan cara tertentu yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Untuk mengingat atau mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan yang kedua, arti umum adalah dzikir yang dilakukan baik berupa perkataan, dzikir berupa perbuatan atau dzikir dengan anggota tubuh (akhlak), semua itu untuk memuliakan keagungan Allah SWT sebagai sarana untuk taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah SWT).

Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa dzikir yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ucapan, atau dalam pengertian yang lebih praktis, menyebut nama Allah SWT, membaca Al-Qur’an dan membaca do’a serta shalawat Nabi dengan cara yang khusuk dan mendalam.

2.      Bentuk-bentuk Penerapan Metode Dzikir

Dzikir merupakan pengalaman ruhani yang dapat dinikmati oleh pelakunya, hal ini yang dimaksud oleh Allah sebagai penentram hati. Menurut Muhammad Zaki pada hakikatnya metode dzikir dibagi mejadi tiga macam:

a.         Dzikir Qalbiyah

Dzikir Qalbiyah adalah merasakan kehadiran Allah, dalam melakukan apa saja, sehingga hati selalu senang, tanpa ada rasa takut, karena Allah Maha Melihat, tidak ada yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya. Dzikir Qalbiyah lazim disebut ihsan, yaitu engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya sekalipun engkau tidak melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu.

b.         Dzikir Aqliyah

Dzikir Aqliyah adalah kemampuan menangkap bahasa Allah dibalik setiap gerak alam semesta, Allah yang menjadi sumber gerak itu. Segala ciptaannya dengan segala proses kejadiannya adalah proses pembelajaran bagi manusia, hewan, dan sebagainya merupakan pena Allah SWT yang mengandng kalam-Nya (sunatullah) yang wajib dibaca.

Sesungguhnya pertama kali yang diperintahkan iqra’ (membaca) yang wajib dibaca meliputi dua wujud yakni alam semesta (ayat kauniyah) termasuk didalamnya (manusia) dan Al-Qur’an (ayat Qauliyah). Dengan kesadaran cara berfikir ini, maka setiap melihat ciptaan-Nya pada saat yang sama terlihat keagungan-Nya.

c.         Dzikir Amaliah

Dzikir Amaliah, yaitu tujuan yang sangat urgen, setelah hati berdzikir, badan berdzikir, lisan berdzikir, maka akan lahirlah pribadi-pribadi yang suci, pribadi-pribadi berakhlak mulia, dari pribadi-pribadi tersebut akan lahir amal-amal sholeh yang diridhoi, sehingga terbentuk masyarakat yang bertakwa.[11]

Sedangkan pembagian dzikir secara garis besar pada umumnya ialah meliputi:

1)   Dzikir lisan dan hati, yakni dengan mengucapkan kalimat-kalimat dzikir, dan merenungkan serta mengingat Allah dengan hati.

2)   Dzikir perbuatan, yakni dengan berbuat kebaikaan dan beramal shaleh dengan mengingat kebesaran Allah.

Adapun bacaan-bacaan yang dianjurkan dalam dzikir lisan menurut Hawari adalah sebagai berikut:

a)    Membaca tasbih (Subhanallah) yang mempunyai arti Maha Suci Allah.

b)   Membaca tahmid (Alhamdulillah) yang bermakna segala puji bagi Allah.

c)    Membaca tahlil (La illaha ilallah) yang bermakna tiada Tuhan selain Allah.

d)   Membaca takbir (Allahu akbar) yang berarti Allah Maha Besar.

e)    Membaca Hauqalah (La haula wala quwwata illa billah) yang bermakna tiada daya upaya dan kekuatan kecuali Allah.

f)    Hasballah: Hasbiallahu Wani’mal wakil yang berarti cukuplah Allah dan sebaik-baiknya pelindung.

g)   Istighfar: Astaghfirullahhal adzim yang bermakna saya memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung.

h)   Membaca Lafadz baqiyatussalihah: subhanallah wal hamdulillah wala ilaha illallah Allohu Akbar yang bermakna maha suci Allah dan segala puji bagi Allah dan tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar. [12]

3.      Tujuan Penerapan Metode Dzikir

Adapun tujuan berdzikir adalah mensucikan jiwa dan membersihkan hati serta membangunkan nurani.

Hal ini ditunjukkan Allah SWT dalam firman-Nya:

ã@ø?$# !$tB zÓÇrré& y7øs9Î) šÆÏB É=»tGÅ3ø9$# ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ( žcÎ) no4qn=¢Á9$# 4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍s3ZßJø9$#ur 3 ãø.Ï%s!ur «!$# çŽt9ò2r& 3 ª!$#ur ÞOn=÷ètƒ $tB tbqãèoYóÁs? ÇÍÎÈ  

Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al-Ankabuut: 45)

Tujuan dari kegiatan dzikir, tentunya adalah menyikap sisi dalam kehidupan menusia untuk sama-sama merasakan hidangan Allah SWT. dan tentunya, tujuan dzikir taubah itu bercorak moral, seperti membina kejujuran, kesabaran, cinta sesama, penyantun dan mempertajam kepekaan sosial (kecerdasan spiritual).

4.      Manfaat Penerapan Metode Berdzikir

Berdzikir kepada Allah SWT dapat mendekatkan seorang hamba dengan Tuhan nya. Jika Tuhan mendekati hamba-Nya, maka Dia akan melindunginya, melimpahinya dengan rahmat dan kebahagiaan, serta kedamaian jiwa.[13]

Seseorang yang berdzikir akan merasakan beberapa manfaat, selain merasakan ketenangan batin, juga terdapat manfaat-manfaat yang lain, yaitu:

a.       Dzikir merupakan ketetapan dan syarat kewalian. Artinya siapa yang senantiasa berdzikir kepada Allah SWT maka akan bisa mencapai derajat kekasih Tuhan.

b.      Dzikir merupakan kunci ibadah yang lain.

c.       Dzikir akan membuka hijab dan menciptakan keikhlasan hati yang sempurna.

d.      Dzikir akan menurunkan rahmat.

e.       Menghilangkan kesusahan hati.

f.        Melunakan hati.

g.      Memutuskan kehendak setan.

h.      Dzikir menolak bencana.[14]

 

Menurut Anshori dzikir bermanfaat mengontrol perilaku. Pengaruh yang ditimbulkan secara konstan, akan mampu mengontrol perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang melupakan dzikir atau lupa kepada Tuhan. Terkadang tanpa sadar dapat berbuat maksiat, namun mana kala ingat kepada Tuhan kesadaran akan dirinya sebagai hamba Tuhan akan muncul kembali.[15]

Menurut Zuhri dzikir dapat menjernihkan dan menghidupkan kalbu. Kalbu dapat menjadi kotor disebabkan dosa dan lalai, maka dengan dzikir dan istighfar, akan menjernihkan sekaligus menghidupkan kalbu, kalbu yang lupa bagaikan kalbu yang mati.[16]

5.      Kelebihan dan Keutamaan Penerapan Metode Dzikir

Ulama menafsirkan, bahwa dzikrullah ingat kepada Allah dalam menjauhkan diri daripada pekerjaan yang munkar, sesungguhnya lebih besar artinya daripada sembahyang yang dikerjakan sunyi daripada mengingat Allah. Karena orang yang mengingat Allah itu, tatkala hatinya tergetar dan lidahnya bergerak, Allah menganugerahi cahayanya, Allah menambah imannya dan keyakinannya kepadanya, maka bergeraklah hatinya itu menuju kebenaran dan menetap dengan tenang di sana, sebagaimana firmannya dalam Al-Qur’an: “Orang-orang mu’min ialah orang-orang yang tetap hatinya ingat kepada Allah. Ketauhilah bahwa ingat kepada Allah itu meneguhkan ketetapan di dalam hati”.

Dzikir membawa harapan bagi manusia yang mengamalkannya sebagaimana kutipan dari karya sufi kuno dari persia, yaitu Kasyf alMahjub dari Hujwiri: ”Masih Sari al-Saqoti yang pernah berkata, wahai Tuhan apapun hukuman yang Engkau timpakan kepadaku, namun janganlah Engkau hukum aku dengan memasang tabir pemisah antara Engkau dan aku. Karena jika tiada tabir antara-Mu denganku, maka siksa hukuman yang ku sandang tetap disinari oleh dzikir dan ingatku kepadaMu. Tetapi apabila Kau pasang penghalang, maka kasih sayangpun akan mematikanku. Dan tidak akan ada siksa yang lebih berat dari neraka yang sukar ditanggung kecuali apabila terpasang hijab (penutup) antara Engkau dan aku. Apabila Tuhan berkehendak menampakkan diri di neraka, maka orang-orang beriman yang berdosa tidak akan lagi memikirkan surga, karena pandangan Tuhan akan segera mengisi mereka dengan kebahagiaan, sehingga tidak lagi dirasakan pedihnya tubuh. Dan di surga, tiada kebahagiaan yang lebih tinggi, melainkan tiadanya jarak antara insan dengan Tuhan.[17]

Keutamaan Dzikir dalam  Kehidupan sehari-hari:

a.       Dzikir dapat mengusir  syetan dan melindungi orang yang berdzikir dari gangguang syetan.

b.      Dzikir dapat menghilangkan kesedihan, kegundahan, depresi, perasaan takut, dan cemas. Bila ia berdzikir, semuanya akan menjauh karena dzikir dapat mendatangkan ketenangan, kebahagiaan, dan kelapangan, hidup.

c.       Dzikir akan menghapus dosa dan menyelamatkannya dari azab Allah karena dzikir merupakan suatu kebaikan yang besar dan kebaikan menghapus dosa dan menghilangkannya.

d.      Dzikir menghasilkan pahala, keutamaan, dan karunia Allah. Dzikir adalah amalan yang paling mudah dilakukan, dan dzikir merupakan amalan ibadah yang paling agung dan utama.

e.       Dzikir menjadi sebab mendapatkan rahmat dari Allah dan permohonan ampunan dari para malaikatNya.

f.        Banyak berdzikir dapat menjauhkan seseorang dari kemunafikan karena orang munafik sangat sedikit berzikir kepada Allah.

g.      Dzikir adalah amalan yang paling baik, paling suci, dan paling tinggi derajatnya.

h.      Dzikir dapat menumbuhkan perasaan cinta kepada Allah, sedangkan cinta kepada Allah adalah sumber kebahagiaan, dan semua itu akan mudah tercapai, jika kita selalu berdzikir. Barang siapa yang ingin dapat mencintai Allah dengan benar hendaklah memperbanyak dzikrullah karena dzikir merupakan pintu cinta kepada Allah.

i.        Dzikir dapat menyebabkan seseorang dekat kepada Allah. Semakin banyak seseorang mengingat Allah dekat kepada Allah. Semakin banyak seseorang mengingat Allah, ia akan semakin banyak dekat kepada allah SWT. semakin lalai seseorang dalam mengingatnya, ia akan semakin jauh dari Allah.

j.        Dzikir merupakan sarana untuk kembali kepada Allah yang akan membawa seseorang bererah diri kepada Allah.

k.      Dzikir adalah intisari ibadah. jika telah terbuka pintu dzikir bagi seseorang, berarti telah terbuka baginya jalan memuji Allah. Dzikir merupakan sumber syukur, dan dzikir merupakan obat penyakit hati.

 

Tetapi, sebenarnya yang menjadi ruh ibadah, ternyata substansinya adalah dzikir. Terjalinnya komunikasi dengan Allah, ingat kepada Nya. Jadi inti segala ibadah adalah dzikir ingat kepada Allahs sebagai salah satunya orientasi ibadah kita. Bahkan sebagai salah satunya tujuan hidup. Maka Allah mengajarkan kepada kita agar berdzikir terus kepada Allah dalam segala situasi.[18]

B.       Pondok Pesantren

1.         Pengertian Pondok Pesantren

          Kata “pesantren” berasala dari kata “santri” dengan awalah pe dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Atau pengertian lain mengatakan bahwa pesantren adalah sekolah berasrama untuk mempelajari agama Islam.[19] Sumber lain menjelaskan pula bahwa pesantren berarti tempat untuk membina manusia menjadi orang baik.[20]

          Sedangkan asal usul kata “santri”, dalam pandangan Nurcholish Madjid dapat dilihat dari dua pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari perkataan “sastri”, sebuah kata dari bahasa sansekerta yang artinya melek huruf.[21] Disisi lain Zamkhsyari Dhofier berpendapat bahwa, kata “santri” dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu. Atau secara umum dapat diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.[22] Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa, yaitu kata “cantrik”, berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru itu pergi menetap.[23]

          Dalam pemakaian sehari-hari, istilah pesantren atau kedua kata ini digabung menjadi Pondok Pesantren. Secara esensial semua istilah ini mengandung makna yang sama, kecuali sedikit perbedaan. Asrama yang menjadi penginapan santri dapat dipandang sebagai pembeda antara pondok dan pesantren. Kata “Pondok” berasal dari bahasa Arab yang berarti Funduq artinya tempat menginap (asrama). Dinamakan demikian karena pondok merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya.[24]

          Muhammad Arifin menyatakan bahwa, penggunaan gabungan kedua istilah secara integral yakni Pondok dan Pesantren menjadi Pondok Pesantren lebih mengakomodasi karakter keduanya. Pondok Pesantren menurut M.Arifin:

“Suatu lembaga Pendidikan agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asarama (komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal.[25]

 

Kuntowijoyo menanggapi penamaan Pondok Pesantren ini dalam komentarnya bahwa, sebenarnya penggunaan gabungan kedua istilah secara integral, yakni pondok dan pesantren menjadi pondok pesantren dianggap kurang jami’mani (singkat padat). Sekali pengertiannya dapat diwakili istilah yang lebih singkat, maka istilah pesantren yang digunakan untuk menggantikan pondok dan pondok pesantren. Lembaga Research Islam  (Pesantren luhur) mendefinisikan pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya.[26]

Sementara A. Rasydianah mendefinisikan bahwa, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh masyarakat dibawah pimpinan seorang kyai melalui jalur pendidikan non formal berupa pembelajaran kitab kuning. Selain itu, banyak juga yang menyelenggarakan pendidikan keterampilan serta pendidikan formal, baik madrasah maupun sekolah umum.

Sementara menurut Zamakhsyari, bahwa sekurang-kurangnya harus ada lima elemen untuk dapat disebut pesantren, yaitu pondok, masjid, kyai, santri, dan pengajian kitab Islam klasik yang sering disebut kitab kuning. Zamakhsyari juga mencoba mengklasifikasi pesantren dilihat dari jumlah santrinya. Menurutnya pesantren yang santrinya kurang dari 1000 dan pengaruhnya hanya pada tingkat kabupaten, disebut sebagai pesantren kecil, santri antara 1000-2000 dan pengaruhnya pada beberapa kabupaten disebut sebagai pesantren menengah, bila santrinya lebih dari 2000 dan pengaruhnya tersebar pada tingkat beberapa kabupaten dan propinsi dapat digolongkan sebagai pesantren besar.[27]

Jika dilihat dari segi jenis pengetahuan yang diajarkan, pesantren terbagi menjadi dua macam. Pertama, pesantren Salaf, yaitu pesantren yang mengajarkan kitab Islam klasik (kitab kuning) saja dan tidak diberikan pembelajaran pengetahuan umum. Kedua,  pesantren Khalaf, yang selain memberikan pembelajaran kitab Islam klasik, jga memberikan pengetahuan umum dengan jalan membuka dengan jalam membuka sekolah umum dilingkungan dan dibawah tanggung jawab pesantren.[28]

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren merupakan sebuah asrama atau tempat tinggal santri-santri yang sedang menuntut ilmu keagamaan kepada kyai atau ustadz/ustadzahnya di lingkungan kediaman kyainya. Sehingga memberi kemudahan kepada kyai untuk pemantaun santri-santrinya dalam perkembangan pembelajarannya dan tingkah laku santri tersebut.

2.         Klasifikasi Pesantren

Demikian pula yang dikemukakan oleh bahaking Rama, bahwa dari segi aktifitas pendidikan yang dikembangkan, pesantren dapat diklasifikasi dalam beberapa tipe, yaitu:

a.       Pesantren tradisional, yaitu pesantren yang hanya menyelenggarakan pengajian kitab dengan sistem sorogan, bandongan dan wetonan.

b.      Pesantren semi modern, yaitu pesantren yang menyelenggarakan pendidikan campuran antara sistem pengajian kitab tradisional dengan madrasah formal dan mengadopsi kurikulum pemerintah.

c.       Pesantren modern, yaitu pesantren yang menyelenggarakan pola campuran antara sistem pengajian kitab tradisional, sistem madrasah, dan sistem sekolah umum dengan mengadopsi kurikulum pemerintah (Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) dan ditambah dengan kurikulum muatan lokal.[29]

Dari berbagai pendapat tentang teori penamaan pesantren tersebut dapat disimpulkan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dibawah pimpinan seorang kyai, baik melalui jalur formal maupun non formal yang bertujuan untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam melalui pembelajaran kitab kuning dengan menekankan moral keagamaan sebagai pedoman dalam berrperilaku keseharian santri.

C.      Pondok Pesantren Salafiah Al-Munir Al-Islami

Pondok Pesantren Salafiah Al-Munir Al-Islami adalah Pondok Pesantren yang berada di Jalan Srigading, RT 03 RW 03 desa Keputran Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu Lampung 35674. Meski memposisikan diri sebagai Pondok Pesantren Salafiyah yang mengajarkan kitab-kitab klasik atau kitab kuning terhadap santrinya, Pondok Pesantren Salafiah Al-Munir Al-Islami juga ikut merasa bertanggung jawab terhadap kejiwaan dan kepribadian santrinya. PP Salafiah Al-Munir Al-Islami adalah pondok pesantren salafiah yang menerapkan pendidikan berkarakter Khas Madura yang pengelolaan manajemennya menerapkan prinsip kemandirian pesantren dengan mengelola unit pendidikan antara lain:

 

a.       Pendidikan Formal: PAUD, SMP Islam terpadu, SMA Islam Terpadu.

b.      Lembaga non Formal: Madrasah Diniyah, TPA, Majlis Taklim, Majelis Dzikir Istighosah, Majelis Spiritual, Akademi Spritualis, Kajian Kitab Kuning mulai Tafsir Al-qur’an, Hadits, Fiqih, Akhlak, Tauhid, Tasawuf, Tibbun Nabawi, Nahwu, Shorof, Tajwid, Manthigh, Balaghoh.

c.       Lembaga Ekonomi: Koperasi Pondok Pesantren Raden Fatah, Jasa Wisata Al-Munir Travel, Usaha dagang, kantin, Rumah makan raja dan Ratu, Pelatihan Peternakan, sapi, kambing, ayam, itik, Pelatihan Pertanian, Pertukangan bagi para santri.[30]

Dengan menerapkan kegiatan melalui Akademi Spiritualis Al-Munir, Akademi Spiritualis Al-Munir adalah kegiatan pendidikan spiritual beraliran tasawuf bagi santri, wali santri, dan masyarakat umum yang dikembangkan PP Salafiah Al-Munir Al-Islami. Metode yang digunakan meliput tahapan latihan tiap malam sabtu ba’da isya dengan rangkaian acara:

1)      Tawassul

2)      Pembersihan/Tazkiyatunnafs, Tazkiyatulaqi, Tadzqiatulqulub

3)      Dzikir Al-Fatihah

4)      Dzikir Asmaul Husna

5)      Dzikir Kalimat Thoyibah

6)      Dzikir Sholawat

7)      Dzikir Doa Sapu Jagad

8)      Mauidzoh Hasanah

9)      Pengisian energi Positif, energi Uluhiyah dengan sarana air mineral yang dibacakan Al-Fatihah dan ayat Syifa serta Ismul A’dzom

10)  Do’a

11)  Penutup/ Informasi/ Pesan-pesan.[31]

D.      Pelaksanaan Metode Dzikir

Dzikir itu adakalanya dilakukan dengan hati dan ada kalanya dengan lisan, tetapi yang lebih utama bila dilakukan dengan hati dan lisan secara bersamaan. Jika hanya dilakukan dengan salah satunya, maka yang lebih utama ialah yang dilakukan dengan hati. Sebaiknya dzikir dengan lisan dan hati jangan ditinggalkan hanya karena khawatir disangka riya’ (pamer), bahkan seseorang dianjurkan melakukan dzikir dengan keduanya dan membulatkan niatnya hanya karena Allah SWT.[32]

Jadi yang penting dalam dzikir adalah penghayatan makna dari apa yang diucapkan. Berdzikir dengan hanya menyebut tanpa memikirkan dan memahami apa yang diucapkan, tidak ada gunanya. Oleh karena itu dalam berdzikir ada tata cara tertibnya. Tata tertib dalam berdzikir dapat dibedakan menjadi adab yang dzahir dan yang batin.

1.    Adab-adab dzikir yang dzahir

                 Yang dimaksud dengan adab yang dzahir adalah:

a.    Berkelakuan yang sebaik-baiknya dalam berdzikir. Jika seseorang duduk, hendaklah ia menghadap kiblat dengan sikap khusyu’, berserahkan diri kepada Allah, dan menundukkan kepala.

b.    Tempat berdzikir suci atau bersih, terlepas dari segala apa yang membimbangkan perasaan.

c.    Membersihkan mulut sebelum berdzikir.

2.    Adab-adab yang bathin

            Apabila seseorang hendak berdzikir, hendaklah ia menghadirkan hatinya, yaitu mengingat makna dzikir dikala lidah menyebut.[33]

Seseorang yang melakukan dzikir dianjurkan dalam keadaan paling sempurna. Jika ia sambil duduk disuatu tempat, hendaklah menhadapkan dirinya ke arah kiblat, dan duduk dengan sikap yang penuh rasa khusyuk, merendahkan diri, tenang, anggun, dan menundukkan kepala. Jikalau ia melakukan dzikir bukan dengan cara tersebut, diperbolehkan dan tidak makruh bila hal tersebut dilakukannya dengan uzur, tetapi jika tanpa uzur, berarti ia meninggalkan hal yang paling afdhal. Tempat yang digunakan untuk berdzikir hendaknya sepi dan bersih, sesungguhnya hal tersebut lebih utama dalam mebghormati dzikir dan yang didzikiri. Karena itu, melakukan dzikir di dalam masjid-masjid dan tempat-tempat terhormat merupakan hal yang terpuji. Al-Imam Al-Jahil Abu Maisarah r.a. mengatakan:

“Jangan lah menyebut asma Allah kecuali di tempat yang baik. Mulut orang yang berdzikir pun hendaknya bersih, apabila mulutnya berubah (yakni berbau tidak enak), hendaklah menghilangkannya telebih dahulu dengan bersiwak (menggosok gigi). Jika pada mulutnya terdapat najis, hendaklah dihilangkan terlebih dahulu dengan air”.[34]

 

Sedangkan didalam dzikir dan do’a ada beberapa etika yang harus ditaati agar dikabulkan oleh Allah SWT dan agar dapat mengambil manfaat darinya. Diantara etika tersebut adalah khusyu’ dalam berdzikir maupun berdo’a kepada Allah SWT dengan mengucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah SWT serta shalawat kepada Rasulullah SAW, tidak mengeraskan suara saat berdo’a atau berdzikir, mengulanginya sebanyak tiga kali, memilih do’a-do’a pendek tetapi maknanya luas mencakup segala kebaikan, yakin akan dikabulkan, tidak tergesa-gesa, tidak berdo’a buruk untuk diri sendiri, serta mulai berdo’a untuk diri sendiri baru untuk orang lain.[35]

Beberapa langkah praktis sebelum melakukan metode dzikir akan dijelaskan dibawah ini:

Tahap pendahuluan:

1.    Carilah tempat yang bersih, suasana yang tenang dan tidak berisik, suasana yang tenang tidak berisik (sangat baik jika dilakukan ketika telah selesai sholat tahajud), sirkulasi udara yang lancar, suhu udara yang tidak panas (bisa menggunakan kias angina, AC).

2.    Gunakan pakaian yang tidak ketat, berbahan katun yang dingin dan tidak panas. Lepaskan semua aksesoris, seperti jam tangan, cincin, gelang, dan kalung.

3.    Posisi yang digunakan untuk meditasi dzikir bisa duduk bersila dengan punggung tegak lurus, duduk dikursi dengan punggung tegak, atau sambil berbaring tetapi tidak tidur.

4.    Gunakan alas yang empuk seperti busa, karpet tebal, ataau bahan lainnya.

5.    Sebelum melakukan meditasi dzikir sebaiknya anda berwudhu terlebih dahulu.[36]

Tahap Pelaksanaan:

1.    Berniat semata-mata karena meminta pertolongan-Nya, rahmat-Nya, Petunjuk-Nya, dan keridhaan-Nya.

2.    Sebelum melakukan meditasi dzikir anda membaca Ta’awudz, basmalah, dan Surah Al-Fathihah, kemudian anda berdo’a kepada Allah SWT. isi do’a tersebut bisa permintaan yang anda butuhkan kepada Allah SWT., misalnya berdo’a untuk diberikan petunjuk dalam mengambil keputusan penting dalam hidup anda atau untuk tujuan lainnya.

3.    Setelah anda berdo’a, tarik napas anda panjang tahan sebentar kemudian keluarkan secara perlahan. Kegiatan ini dilakukan sebanyak 10 kali sehingga anda mulai merasakan keadaan santai, tenang, dan tidak tegang.

4.    Mulai mengucapkan klimat dzikir yang anda inginkan, kalimat dzikir ini bisa juga diambil dari Asma’ul Husna (nama-nama Allah SWT yang terpuji). Pengucapannya satu kalimat dzikir ini dilakukan minimal 100 kali. Jangan tergesa-gesa, dan hayatilah saat melakukannya.

5.    Konsentrasikan diri anda pada kalimat dzikir tersebut, tetapi jangan memaksakan konsentrasi. Karena pikiran-pikiran manusia akan selalu muncul setiap saat, untuk itu anda jangan memaksakan konsentrasi anda. Anda harus membiakan proses meditasi dzikir berjalan secara alamiah tanpa paksaan atau dalam istilah lain mengalir seperti air.

6.    Anda kemudian harus mencoba untuk menghayati makna dari kalimat dzikir, tersebut dengan merasakan bahwa Allah SWT selalu dekat dengan hambanya, Allah SWT memiliki zat yang Maha Sempurna dan Allah SWT selalu mengabulkan do’a-do’a hambanya.

7.    Ada harus bersikap merendahkan diri, berserah diri kepada Allah SWT berdzikir dengan suara yang lembut, dan anda juga harus menyadari bahwa anda penuh dengan kesalahan (dosa). Untuk itu anda hanya mengharapkan ampunan dan pertolongan-Nya semata.

8.    Teknik maditasi dzikir ini bisa juga diterapkan ketika anda dikuasai oleh emosi negatif, seperti marah, sedih, kesal, kecewa, dan frustasi,. Ketika anda diserang suasana emosi negatif, lakukan dzikir sesegera mungkin. Tarik napas panjang tiga kali dan athan diperut, lalu keluarkan secara perlahan, samapai anda marasa betul-betul rileks. Tarik anpas anda panjang lagi, tahan lima detik diperut, keluarkan secara perlahan hingga keadaan rilks tercapai. Setelah anda merasa rileks, ucapkan lafadz dzikir secara berulang-ulang “subhanallah, walhamdulillah, walaailahaillaallah, allahuakbar, lahaulaawalaakuataillabillah”. Katakan dalam hati anda, “ya Allah saya ikhlas dan pasrah kepada diri-Mu atas emosi… (isilah titi-titik tersebut dengan jenis emosi yang anda rasakan), untuk itu berilah saya kedamaian dan ketenteraman hati”. Ucapkan doa ini secara beulang-ulang sambil terus berdzikir.[37]

Adapun bacaan-bacaan yang dianjurkan dalam dzikir lisan menurut Hawari adalah sebagai berikut:

1.      Membaca tasbih (Subhanallah)  سُبْحَا نَ اللهِ

yang mempunyai arti Maha Suci Allah.

2.      Membaca tahmid (Alhamdulillah) الْحَمْدُ للهِ  

yang bermakna segala puji bagi Allah.

3.      Membaca tahlil (La illaha ilallah) لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ

yang bermakna tiada Tuhan selain Allah.

4.      Membaca takbir (Allahu akbar)اَللهُ أَكْبَرُ  

yang berarti Allah Maha Besar.

5.      Membaca Hauqalah (La haula wala quwwata illa billah)

لاَحَوْلاَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ بِ اللهِ

yang bermakna tiada daya upaya dan kekuatan kecuali Allah.

6.      Hasballah: Hasbiallahu Wani’mal wakil

حَسْبِي اللهُ وَنِعْمَلْوَكِيْلُ

yang berarti cukuplah Allah dan sebaik-baiknya pelindung.

7.      Istighfar: Astaghfirullahhal adzim اَسْتَغْفِرُاللهَ  

yang bermakna saya memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung.

 

8.      Membaca Lafadz baqiyatussalihah:

subhanallah wal hamdulillah wala ilaha illallah Allohu Akbar

   سُبْحَا نَ اللهُ وَالْحَمْدُللهِ وَالاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ اللهُ اَكْبَرُ

yang bermakna maha suci Allah dan segala puji bagi Allah dan tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar. [38]

Adapun proses pelaksanaan metode dzikir adalah sebagai berikut:

1.      Awali dengan membaca:

Istighfar (Astaghfirullah) sebanyak 3x.

اَسْتَغْفِرُاللهَ , اَسْتَغْفِرُاللهَ , اَسْتَغْفِرُاللهَ

yang artinya “aku mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung)

2.      Lalu membaca:

(Allohumma antas salaam, wa minkas salaam, tabaarakta yaa dzal jalaali wal ikram) sebanyak 1x.

اللَّهُمَّ اَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ ذَاالْجَلاَلِ وَالاِكْرَامِ

yang artinya “Ya Allah, Engkau Maha Sejahtera, dan dariMu lah kesejahteraan, Maha Berkat Engkau ya Allah, yang memiliki kemegahan dan kemuliaan” diucapkan.

3.      Lalu membaca:

(Allohumma laa maani’a limaa a’thaita walaa mu’thiya limaa mana ‘ta walaa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu) diucapkan sebanyak 1x.

 

اللَّهُمَّ لاَ مَا لِمَا أَعْطَيْتَ ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ ،  وَلاَ يَنْفَعُ ذَاالْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

yang artinya “Ya Allah, tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi pemberianMu, dan taka da pula sesuatu yang dapat memberi apa-apa yang Engkau larang, dan taka da manfaat kekayaan bagi yang mempunyai kebesaran bagi yang dimilikinya, kecuali kekayaan dan kebesaran yang datang bersama Ridha-Mu.

4.      Lalu membaca tasbih, tahmid, dan takbir:

Subhanallah, Alhamdulillah, AllahuAkbar. masing-masing diucapkan sebanyak 33x.

 

سُبْحَانَ اللهِ ، اَلْحَمْدُللهِ ، اللهُ أَكْبَرُ

kemudian dilengkapi dengan membaca:

La ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalaha, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘alaa kulli syaiin qadiir

 

لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَئٍ قَدْيْرٌ

yang artinya “tidak ada Tuhan selain Allah, sendiri-Nya tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah kerajaan dan pujian. Dia Maha Kuasa atas segala-galanya.”diucapkan sebanyak 1x.

 

5.      Dilanjutkan dengan do’a penutup sesuai dengan apa yang diharapkan oleh manusia terhadap Tuhan Sang Pencipta alam.[39]

                                                                                       

E.       Penelitian yang Relevan

            Berdasarkan judul penelitian ini, terdapat beberapa kajian yang telah dilakukan oleh peneliti lain yang relevan dengan penelitian ini. Oleh karena itu di bawah ini akan dikemukakan beberapa kajian yang pernah dilakukan oleh peneliti lain sebagai berikut:

1.         Penelitian yang dilakukan oleh  Etri Yuniatun Mahasiswa jurusan bimbingan dan konseling Islam dengan nomor induk Mahasiswa 1223101004 pada tahun 2016, dengan judul “Pengaruh Dzikir bagi Kesehatan Mental Santri di Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci Purwokerto”. Didalam penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan pengaruh dzikir yang dilakukan bagi kesehatan mental santri adalah menimbulkan perasaan yang tenang atau dengan kata lain tidak terlalu memikirkan suatu permasalahan. Namun, masih belum berpengaruh ke pembentukan perilaku santri karena masih belum maksimal dalam berdzikir yakni, kurang fokus atau dengan kata lain mengantuk, melamun, atau mengobrol. Sehingga, para santri masih memiliki catatan pelanggaran peraturan yang ada di Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci Purwokerto.[40]

2.         Penelitian yang dilakukan oleh M. Agus Nurcahyo, seorang sarjana Psikologi dengan penelitian yang berjudul “Peran Dzikir Sebagai Media Pengolah Stres”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya santri menerapkan dzikir lisan dan hati dengan mengucapkan kalam Allah setelah shalat fardhu dapat memberikan ketenangan jiwa dan membantu meringankan masalah.[41]

3.         Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nurul Fitri seorang sarjana Bimbingan dan Penyuluhan Islam dengan penelitian yang berjudul “Peranan Dzikir dalam Terapi Stres di Majelis Dzikir As-Samawat Al-Maliki Puri Kembangan Jakarta Barat” hasil penelitian menunjukkan bahwa dari dua orang pasien yang mengikuti Dzikir dalam terapi stres menunjukkan adanya perubahan pada dirinya sendiri, hati, jiwa, dan pikiran menjadi tentram setelah mengikuti terapi tersebut, adanya rasa kepercayaan pada dirinya lebih tinggi dibandingkan yang sebelumnya dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.[42]

4.         Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lisa Deni Ristiningrum dengan Nomor Induk Mahasiswa 09410004 dengan judul “Kontribusi Dzikir dalam Pembentukan Kepribadian Muslim”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bentuk dzikir Thariqoh Syadziliyah yang dilaksanakan dapat membentuk kepribadian muslim dengan melalui pengamalan dzikir dan pendidikan dzikir dapat meningkatkan keimanan, meningkatkan ibadah/amal shaleh, membentuk insan yang berakhlak karimah, dan menjadi sarana dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.[43]

            Penelitian-penelitian yang telah dijelaskan diatas, merupakan pembahasan atau kajian yang ada relevansinya dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis, dari beberapa uraian tersebut, penulis mengungkap permasalahan yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Permasalahan yang penulis teliti menjelaskan, adapun yang membedakan penelitian skripsi penulis dengan penelitian sebelumnya adalah subjek dan objek penelitiannya. Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah Pondok Pesantren Salafiah Al-Munir Al-Islami, serta yang menjadi objek penelitian ini adalah Penerapan Metode Dzikir di Pondok Pesantren Salafiah Al-Munir Al-Islami. Dalam penelitian ini pendekatan yang dipakai oleh peneliti yaitu pendekatan deskriptif kualitatif yang berarti data hasil penelitian nantinya dikumpulkan bukan berupa angka-angka tetapi barupa ungkapan yang bersifat kualitatif yang didapat dengan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi yang mana peneliti langsung terjun di lokasi penelitian. Proses penelitiannya yaitu dengan cara melakukan wawancara dengan pengurus pondok, ustadz pengajar, dan para santri, juga ikut serta dalam pelaksanaan metode dzikir di Pondok Pesantren Salafiah Al-Munir Al-Islami.



[1]Syarifiddin Nurdin & M. Basyiruddin Usman, Guru Profesional & Penerapan Kurikulum (Jakarta: Ciputat Pres, 2003), h. 70.

[2]M. Yunus, Kamus Arab Indonesia, YPPP Alqur’an, Jakarta.

[3]Triantoro Safaria, Op.Cit. h. 235.

[4]Zainal Muttaqin dan Ghazali Mukri, Do’a dan Dzikir, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003), h. 3.

[5]Subandi, Psikologi Dzikir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 33.

[6]Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Dzikir dan Do’a (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 74.

[7]Achyar Zein, “Makna Dzikir Perspektif Mufassir Modern di Indonesia”. Jurnal Studi Keislaman, Vol. 9 No. 2 (Maret 2015), h. 510, Sumber: Doaj.Org

[8]Triantoro Safaria dan Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 235.

[9]Achyar Zein, Op. Cit, h. 504.

[10] Ibid, h. 237.

[11]Hakikat Dzikir, (http//www.zikrullah.com, diakses tanggal 11September 2016 07:27 WIB)

[12]Dadang, Hawari, Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi (Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002), h. 19.

[13]Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 167.

[14]Wahab, Menjadi Kekasih Tuhan, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2000), h. 87-92.

[15]Anshori, Afif, Dzikir dan Kedamaian Jiwa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 33.

[16]Zuhri, Syaifudin, Menuju Kesucian Diri, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000), h. 150-151.

[17]Skripsi: Faizatun. PAI. 2015. Efektivitas Metode Brdzikir dalam Penanganan Problem Psikologis Santri di Pondok Pesantren Suryabuana Desa Balak kecamatan Pakis kabupaten magelang.: http://perpus.iainsalatiga.ac.id/docfiles/fulltext/4479698878.pdf. Diakses pada Selasa 28 Maret 2017 pukul 21:47 WIB

[18]Mustofa, Keutamaan Dzikir (Bandung: Bulan Bintang, 2002), h: 680.

[19]Abu Hamid, Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sul-Sel (Jakarta: Rajawali Press, 2003), h. 329

[20] Ibid, h. 328

[21]Nurcholis Madjid, Nilik-bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan (Cet.I Jakarta: Paramadina, 2003), h. 19

[22]Zamkhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren (cet II, Jakarta: Mizan), h. 18.

[23] Nurcholis Madjid, Op.Cit, h. 20.         

[24] Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren; Pendidikan Alternatif Masa Depan (cet. I Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h. 240.

[25]M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan(Islam dan Umum) (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 240

[26]Mastuhu, Op.Cit, h. 55

[27]Zamakhsyari, Op.Cit, h. 55.

[28]Ahmad Tafsir, Op.Cit, h. 194.

[29]Bahaking rama, Jejak Pembaharuan Pendidikan Pesantren (Jakarta: Parodatama Wiragemilang, 2003), h. 45.

[30]Sumber data dari hasil observasi Sabtu tanggal 25 Maret 2017.

[31]Hasil Observasi, Sabtu , 25 Maret 2017 pukul 13:46 WIB

[32]Imam Nawawi, Khasiat Dzikir dan Do’a (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012, Cet-10), h.13

[33]Hasbi Asshiddiqi, Pedoman Dzikir dan Do’a (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), h. 635.

[34]Op. Cit. Imam Nawawi, h. 19-21.

[35]Syaikh Mushthafa Masyhur, Fiqih Dakwah, penerjemah: Abu Ridho, dkk, kata pengantar KH. Rahmat Abdullah, (Jakarta: Bulan Bintang), h. 455

[36]Triantoro Safaria, Nofrans Eka Saputra,  Manajemen emosi (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 257

[37]Ibid, h. 258

[38]Dadang, Hawari, Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi (Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002), h. 19.

[39]M. Rojaya, Dzikir-dzikir Pembersih dan Penentram Hati (Bandung: Mizan Pustaka, 2009), h. 121.

[40]Skripsi Etri Yuniatun, Pengaruh Dzikir bagi Kesehatan Mental Santri di Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci Purwokerto (IAIN Purwokerto, 2016)

[41]Skripsi, M.Agus Nurcahyo, Peran Dzikir Sebagai Media Pengelolahan Stres (UIN Maulana Malaik Ibrahim, Malang, 2015)

[42]Skripsi Nurul Fitri, Peranan Dzikir dalam Terapi Stres di Majelis Dzikir As-Samawat Al-Maliki Puri Kembangan Jakarta Pusat (UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013)

[43]Skripsi Lisa Deni Ristiningrum, Kontribusi Dzikir dalam Pembentukan Kepribadian Muslim (UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2012)


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama